Monday, 1 June 2009

DYING-DEATH

BAB I



PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu : definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak



1.2. Rumusan Masalah



1. Bagaimana penyebab, cara dan mekanisme dari kematian ?

2. Menjelaskan jenis dan tanda kematian ?

3. Bagaimanakah proses autopsi ?



1.3. Tujuan dan manfaat



1. Mengerti tentang proses kematian

2. Mengetahui seluk-beluk kematian pasien (klien)

3. Memahami proses autopsi terhadap jenazah
BAB II



PEMBAHASAN



2.1. Problem Yang Berkaitan Dengan The Dying



Problem fisik, berkaitan dengan kondisi /penyakit terminalnya : nyeri,

perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik



Problem psikologis, Ketidakberdayaan : kehilangan kontrol, ketergantungan,

kehilangan diri dan harapan



Problem sosial, Isolasi dan keterasingan, perpisahan



Problem spiritual, faith, hope, fear of unknown



Ketidaksesuaian, antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang

didapat (dokter, perawat, keluarga dsb).



2.2. Penyebab, Cara, dan Mekanisme dari Kematian

Penyebab kematian adalah adanya perlukaan atau penyakit yang menimbulkan kekacauan fisik pada tubuh yang menghasilkan kematian pada seseorang. Mekanisme kematian adalah kekacauan fisik yang dihasilkan oleh penyebab kematian yang menghasilkan kematian. Contoh dari mekanisme kematian dapat berupa perdarahan, septikemia, dan aritmia jantung. Cara kematian menjelaskan bagaimana penyebab kematian itu datang. Seseorang dapat meninggal karena perdarahan masif

(mekanisme kematian) dikarenakan luka tembak pada jantung (penyebab kematian),

dengan cara kematian secara pembunuhan (seseorang menembaknya), bunuh diri

(menembak dirinya sendiri), kecelakaan (senjata jatuh), atau tidak dapat dijelaskan

(tidak dapat diketahui apa yang terjadi).
2.3. Jenis Kematian



a. Mati somatis (mati klinis atau sistematis)



Terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan (sistem pernapasan, sistem

kardiovaskular, dan sistem susunan saraf pusat) yang bersifat menetap



b. Mati seluler (mati molekuler),



Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah

kematian somatis



c. Mati suri (suspended animation, apparent death)

Terhentinya ketiga sistem kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam.



d. Mati serebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.

e. Mati otak (mati batang otak)
Bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.
2.4. Tanda Kematian



1) Tanda kematian tidak pasti:

 Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi,

palpasi, dan auskultasi).

 Sirkulasi berhenti, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

 Perubahan pada kulit (pucat)
 Relaksasi otot dan tonus menghilang. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi lebih awet muda. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer, hal ini menyebabkan pendataran daerah- daerah yang tertekan, misalnya daerah bokong dan belikat pada mayat terlentang.
 Segmentasi pembuluh darah retina beberapa menit sebelum kematian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina kemudian menetap

 Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit

yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air.



2) Tanda kematian pasti:



a. Lebam mayat (Livor mortis)

Nama lain ligor mortis adalah lebam mayat, post mortem lividity, post mortem hypostatic, post mortem sugillation, atau vibices. Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah karena gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang terkena alas keras. Darah tetap cair karena adanya pembuluh darah.
Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam saat pemeriksaan.



Ada 3 faktor yang mempengaruhi lebam mayat, yaitu:



1. Volume darah yang beredar

Volume darah yang banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat terbentuk dan lebih luas, sebaliknya volume darah sedikit menyebabkan lebam mayat lebih lambat terbentuk dan terbatas.



2. Lamanya darah dalam keadaan cepat cair



Lamanya darah dalam keadaan cepat cair tergantung dari fibrinolisin dan

kecepatan koagulasi post-mortem.



3. Warna lebam



Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan

penyebab kematian, yaitu:



 Merah kebiruan merupakan warna lebam normal.

 Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN, atau suhu dingin.

 Merah gelap menunjukkan asfiksia

 Biru menunjukkan keracunan nitrit.

 Coklat menandakan keracunan aniline.



Livor mortis tidak terlalu penting dalam menentukan waktu kematian.

Bagaimanapun, itu penting dalam menentukan apakah tubuh mayat telah dipindahkan.
b. Kaku mayat (Rigor mortis)

Rigor mortis atau kekakuan dari tubuh mayat setelah kematian dikarenakan menghilangnya adenosine trifosfat (ATP) dari otot. ATP adalah sumber utama dari energi untuk kontraksi otot. Otot memerlukan pemasukan yang berkelanjutan dari ATP untuk berkontraksi karena jumlah yang ada hanya cukup untuk menyokong kontraksi otot selama beberapa detik. Pada ketiadaan dari ATP, filament aktin dan myosin menjadi kompleks yang menetap dan terbentuk rigor mortis. Kompleks ini menetap sampai terjadi dekomposisi. Penggunaan yang banyak dari otot sebelum kematian akan menimbulkan penurunan pada ATP dan mempercepat onset terjadinya rigor mortis, hingga tidak ada ATP yang diproduksi setelah kematian. Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan yang bermakna pada ATP menjelang kematian adalah olahraga yang keras atau berat, konvulsi yang parah, dan suhu tubuh yang tinggi.

Keadaan-keadaan yang mempercepat terjadinya rigor mortis, antara lain aktivitas fisik sebelum kematian, suhu tubuh tinggi, suhu lingkungan tinggi, usia anak-anak dan orang tua, dan gizi yang buruk.



Ada 4 kegunaan rigor mortis:



1. Menentukan lama kematian.



2. Menentukan posisi mayat setelah terjadi mortis.



3. Merupakan tanda pasti kematian.



4. Menentukan saat kematian.
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara mayatdengan lingkungannya. Suhu tubuh pada orang meninggal secara bertahap akan sama dengan lingkungan atau media sekitarnya karena metabolisme yang menghasilkan panas terhenti setelah orang meninggal. Pada jam pertama setelah kematian, penurunan suhu berjalan lambat karena masih ada produksi panas dari proses gilkogenolisis dan sesudah itu penurunan akan cepat terjadi dan menjadi lambat kembali. Gambaran kurva penurunan suhu ini seperti huruf ¶6· terbalik (sigmoid).



Penurunan suhu tubuh dipengaruhi:



1. Faktor lingkungan (media).

Penurunan suhu tubuh cepat bila ada perbedaan besar suhu lingkungan dengan tubuh mayat. Semakin rendah suhu media tempat mayat terletak semakin cepat penurunan suhu tubuh mayat. Penurunan suhu akan cepat bila intensitas aliran udara besar, udara yang mengalir, dan udara lembab.



2. Keadaan fisik tubuh.



Penurunan suhu tubuh makin lambat bila jaringan lemak dan otot makin tebal.

Pada mayat dengan tubuh kurus akan lebih cepat dibanding yang gemuk.



3. Usia.



Penurunan suhu akan cepat pada anak dan orang tua. Pada bayi akan lebih

cepat karena luas tubuh permukaan bayi lebih besar.
4. Pakaian yang menutupi.



Makin berlapis pakaian menutupi tubuh, penurunan suhu makin lambat.



5. Suhu tubuh sebelum kematian.

Penyakit dengan suhu tubuh tinggi pada saat meninggal seperti kerusakan jaringan otak, perdarahan otak, infeksi, asfiksia, penjeratan akan didahului peningkatan suhu tubuh, hal ini menyebabkan penurunan suhu tubuh lebih cepat. Beberapa dokter mencoba untuk menentukan berapa lama eseorang telah meninggal dari suhu tubuhnya. Penentuan waktu kematian dari suhu tubuh biasanya ditegakkan dengan menggunakan rumus. Nomor dari rumus tersebut telah ditemukan, beberapa mungkin sedikit membingungkan. Ada dua rumus yang paling mudah digunakan adalah:


1. Waktu sejak kematian = 37oC ² Suhu rektal ( C) + 3


98.6oF ² Suhu rektal ( F)



2. Waktu sejak kematian = 1.5

Infeksi secara nyata dapat meningkatkan suhu tubuh. Perdarahan intraserebral atau perlukaan otak dapat membuat sistem termoregulasi dari batang otak tidak berfungsi, yang menyebabkan peningkatan dari suhu tubuh. Paparan oleh dingin dapat menyebabkan hipotermia, yaitu penurunan suhu tubuh.



d. Pembusukan (dekomposisi)

Dekomposisi terbentuk oleh dua proses: autolisis dan putrefaction. Autolisis menghancurkan sel-sel dan organ-organ melalui proses kimia aseptik yang disebabkan oleh enzim intraselular. Proses kimia ini, dipercepat oleh panas, diperlambat oleh dingin, dan dihentikan oleh pembekuan atau penginaktifasi enzim oleh pemanasan. Organ-organ yang kaya dengan enzim akan mengalami autolisis lebih cepat daripada
organ-organ dengan jumlah enzim yang lebih sedikit. Jadi, pankreas mengalami autolisis lebih dahulu daripada jantung. Bentuk kedua dari dekomposisi, yang mana pada setiap individu berbeda-beda adalah putrefaction. Ini disebabkan oleh bakteri dan fermentasi. Setelah kematian, bakteri flora dari traktus gastrointestinal meluas keluar dari tubuh, menghasilkan putrefaction. Ini mempercepat terjadinya sepsis seseorang karena bakteri telah meluas keseluruh tubuh sebelum kematian.

Kegembungan pada tubuh mayat sering terlihat pertama kali pada wajah, dimana bagian-bagian dari wajah membengkak, mata menjadi menonjol dan lidah menjulur keluar antara gigi dan bibir. Wajah berwarna pucat kehijauan, berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi hitam. Cairan dekomposisi (cairan purge) akan keluar dari mulut dan hidung. Dekomposisi berlanjut, darah yang terhemolisis merembes keluar ke jaringan.

Dekomposisi terjadi cepat pada obesitas, pakaian yang tebal, dan sepsis, semua yang mempertahankan tubuh tetap hangat. Dekomposisi diperlambat oleh pakaian yang tipis atau oleh tubuh yang berbaring pada permukaan yang terbuat dari besi atau batu yang mana lebih cepat menjadi dingin karena terjadi konduksi. Tubuh mayat yang membeku tidak akan mengalami dekomposisi sampai di keluarkandari lemari es.



e. Mumifikasi

Pada lingkungan panas, iklim kering, tubuh mayat akan mengalami dehidrasi secara cepat dan akan lebih mengalami mumifikasi daripada dekomposisi. Pada saat kulit mengalami perubahan dari coklat menjadi hitam, organ-organ interna akan berlanjut memburuk, seringkali konsistensinya menurun menjadi berwarna seperti dempul hitam kecoklatan. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi, dan waktu yang lama (12 ² 14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.
f. Adiposera

Adakalanya, tubuh mayat yang terdekomposisi akan bertransformasi ke arah adiposera. Adiposera adalah suatu bentuk tetap, berwarna putih keabu-abuan sampai coklat lilin seperti bahan yang membusuk dan berminyak, asam stearat. Ini dihasilkan oleh konversi dari lemak yang netral selama perbusukan ke asam yang tidak dapat dijelaskan. Hal tersebut lebih nyata pada jaringan subkutan, tetapi dapat terjadi dimana saja bila terdapat lemak. Adiposera adalah benar-benar suatu variasi dari putrefaction.

Hal ini terlihat paling sering pada tubuh yang dibenamkan dalam air atau dalam keadaan lembab, lingkungan yang hangat. Pada adiposera, lemak mengalami hidrolisis untuk melepaskan asam lemak jenuh dengan peranan dari lipase endogen dan enzim bacterial. Enzim bakterial, umumnya berasal dari Clostridium perfringens, yang mengubah asam lemak jenuh ini menjadi asam lemak hidroksi.4 Adiposera dikatakan memakan waktu beberapa bulan untuk berkembang, walaupun perkembangannya juga dapat terjadi singkat hanya selama beberapa minggu. Hal ini bergantung pada tingkat perlawanan dari bakteriologik dan degradasi dari kimia.



2.5. Autopsi

Autopsi merupakan pemeriksaaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan- penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.



Berdasarkan tujuannya, autposi dibagi menjadi :
1. Autopsi klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang sebelumnya menderita suatu penyakit, dirawat dirumah sakit tetapi kemudian meninggal. Untuk autopsi ini mutlak diperlukan izin keluarga terdekat. Tujuan dilakukan autopsi klinik adalah :

 Menentukan sebab kematian yang pasti

 Menentukan apakah diagnosis klinis yang dibuat selama perawatan sesuai

dengan diagnosa post mortem

 Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemuk½½an dengan diagnosis

klinis, dan gejala-gejala klinik

 Menentukan efektifitas pengobatan

 Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit

 Pendidikan

2. Autopsi forensik, dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarka peraturan

undang-undang dengan tujuan :

o Membantu dalam hal penentuan identitas mayat

o Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan saat kematian,

memperkirakan cara kematian

o Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas

benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan

o Membuat laporan tertulis yang onyektif berdasarkan fakta dalam bentuk

visum et repertum

o Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu orang dalam penentuan

identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
Untuk menentukan autopsi forensik ini, diperlukan suatu surat permintaan visum dari yang berwenang, dalam hal ini adalah penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang menghalang-halangi dapat ditindak sesuai undang-undang yang berlaku.
Autopsi pada Kasus Kematian akibat Kekerasan



Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas

kekerasan yang bersifat :



1. Mekanik
o Kekerasan oleh benda tajam o Kekerasan oleh benda tumpul o Tembakan senjata api

2. Fisika

 Suhu

 Listrik dan petir

 Perubahan tekanan udara




 Akustik

 Radiasi



3. Kimia



Asam atau basa kuat



Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat

mengungkapkan berbagai hal tersebut di bawah ini.



1. Penyebab luka.
Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat ditentukan. Pada kasus tertentu, gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat panjang akan meninggalkan negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage. Luka lecet jenis tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
2. Arah kekerasan.
Pada luka lecet jenis geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini sangat membantu pihak yang berwajib dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.

3. Cara terjadinya luka.
Yang dimaksudkan dengan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang ditemukan terjadi sebagai akibat kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri. Luka-luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah terlindung ini misalnya adalah daerah sisi depan leher, daerah lipat siku, dan sebagainya. Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak tangan. Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan (tentative wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.

4. Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati.
Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan yang menyebabkan luka. Untuk itu pertama-tama harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan adalah benar-benar luka yang terjadi semasa korban masih hidup (luka intravital). Untuk ini, tanda intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka perlu mendapat perhatian.
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Tanatologi adalah bagian dari Ilmu kedoktran forensic yang mempelajari tentang hal-hal yang ada hubungannya denga kematian dan perubahan yang terjadi setelah seseorang mati dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah berikut : mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, mati otak (batang otak). Perubahan pada tubuh mayat adalah dengan melihat tanda kematian pada tubuh tersebut. Perubahan dapat terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya: Kerja jantung dan peredaran darah terhenti, Pernafasan berhenti, Refleks cahaya dan kornea mata hilang, Kulit

pucat, Terjadi relaksasi otot

Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti.Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa: Lebam mayat / Livor Mortis (hipostatis / lividitas paska mati), Kaku mayat (rigor mortis), Penurunan suhu tubuh, Pembusukan, Mummifikasi dan Adiposera



Saran

Bagi Profesi keperawatan menekankan pentingnya kontribusi perawat dalam
pendampingan klien yang berada dalam ambang kematian dan perawat sebagai tenaga medis, harus membantu klien untuk dapat menjalani dan menyongsong proses kematian secara manusiawi, damai dan bermartabat.

No comments:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BATU REN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras se...