ASKEP IDIOPATIK DM
1. Definisi
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 dikategorikan menjadi 1A dan 1B. DM tipe 1A terjadi akibat proses autoimun yang mendestruksi sel beta pan¬kreas, sedangkan DM tipe 1B Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1B yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
2. Etiologi DM dan Kaitannya Dengan Riwayat Kesehatan
Menurut etiologinya, DM tipe 1 disebabkan karena adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik., yang menyebabkan pasien mutlak membutuhkan insulin. DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral. (Gunawan et.al., 2007).
Secara umum menurut referensi yang ada, DM mempunyai sebab yang belum begitu jelas. Namun, diduga faktor genetik yang didapat (idiopatik) menempati urutan teratas dalam penyebab DM, walaupun mekanisme genetika DM belum dapat dipaparkan secara jelas seperti halnya pada kasus buta warna. Jadi anak laki-laki pasien tersebut bisa saja menderita DM tipe 1 karena faktor genetik tersebut.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Sedangkan, insiden penderita diabetes melitus tipe 1 pada anak meningkat secara signifikan di negara Barat.
Penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan pesatnya pertumbuhan penyakit diabetes tipe satu di dunia. Ada beberapa faktor risiko diabetes tipe satu :
a) Riwayat kesehatan kleluarga dengan diabetes tipe satu. Namun, 80 % penderita diabetes tipe satu tidak memiliki riwayat kesehatan keluarga dnegan diabetes tipe satu.
b) Infeksi virus, gondongan atau sampak, bisa menyebabkan reaksi imun dan bisa menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.
c) Infeksi virus pada masa kehamilan bisa meningkatkan risiko anak terkena diabetes tipe satu. Lebih dari 20 % anak-anak terkena infeksi sewaktu berada dalam rahim (tertular dari infeksi pada ibunya), akan terkena diabetes tipe satu dalam 5 sampai 20 tahun mendatang.
Cara mendiagnosa diabetes tipe satu adalah dengan memeriksakan kadar gula dalam darah, dibarengi dengan adanya keton dalam urin. Hal ini cukup dilakukan untuk mengetahui dan memastikan apakah sesorang mengidap diabetes tipe satu atau tidak.
Penderita diabetes tipe satu harus menghindari kadar gula yang melewati batas normal, baik itu terlalu rendah ataupun terlalu tinggi, hiperglikemia dan hipoglikemia, karena keduanya dapat berakibat fatal. Hiperglikemia dapat menebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil, dan akan menghakibatkan kerusakan permanen jika tidak diberi tindakan secepatnya. Sedangkan hipoglikemia menyebabkan hilangnya kesadaran.
3. Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan keburu meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
4. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus tipe 1
Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia (banyak makan), poliuria (banyak kencing), polidipsi (cepat haus), lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
Sedangkan pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. DM tipe 1 pada anak di Indonesia relatif jarang dibandingkan dengan negara Barat sehingga dokter maupun orangtua kurang memikirkan atau memperhatikan tentang kemungkinan adanya penyakit ini. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti poliuria, polidipsia, dan polifagia disertai penurunan berat badan. Glukosa darah puasa biasanya diatas 200mg/dl dengan disertai ketonuria. Adanya penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, poliuria nokturnal serta enuresis, seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran koma.
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1) Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2) Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3) Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4) Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi kekurangan insulin endogen.
Seperti dikutip dari Mayo Clinic, Senin (17/5/2010) tanda-tanda dan gejala dari diabetes tipe 1 biasanya berkembang dengan cepat. Beberapa tanda berikut adalah:
a) Terjadi peningkatan rasa haus dan sering buang air kecil. Kelebihan gula yang menumpuk di aliran darah anak akan membuat cairan ditarik ke jaringan, hal ini kemungkinan akan membuat anak menjadi haus. Akibatnya anak minum dan buang air kecil lebih sering dari biasanya.
b) Anak selalu merasa lapar. Karena tidak adanya jumlah insulin yang cukup, maka gula yang diasup tidak akan bisa masuk ke dalam sel. Akibatnya organ akan kehabisan energi dan memicu rasa lapar yang terus menerus.
c) Penurunan berat badan. Meskipun anak makan melebihi biasanya, tapi anak-anak tetap kehilangan berat badannya. Tanpa adanya asupan energi dari gula, maka jaringan otot dan cadangan lemak akan menyusut. Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan seringkali menjadi gejala pertama yang diperhatikan.
d) Anak-anak menjadi mudah lelah dan lesu. Hal ini disebabkan sel-sel sangat kekurangan asupan gula.
e) Anak menunjukkan perilaku yang tidak biasa. Anak-anak dengan diabetes tipe 1 yang belum terdiagnosis seringkali menjadi mudah marah atau tiba-tiba menjadi murung dan kesal.
f) Penglihatan yang kabur. Jika gula darah anak terlalu tinggi, maka cairan dapat ditarik dari lensa mata sehingga mempengaruhi kemampuan anak untuk bisa fokus dengan jelas.
g) Infeksi jamur. Adanya infeksi jamur pada alat kelamin bisa menjadi tanda pertama dari diabetes tipe 1 pada anak perempuan.
Pada bayi dan anak-anak yang masih kecil, indikasi pertama dari diabetes tipe 1 kemungkinan infeksi jamur yang menyebabkan ruam popok parah dan jauh lebih buruk dari sekedar merah, bengkak atau ruam kulit biasa. Selain itu kelesuan, dehidrasi dan sakit perut juga dapat mengindikasikan diabetes tipe 1.
Pengobatan untuk diabetes tipe 1 adalah komitmen seumur hidup karena membutuhkan pemantauan gula darah secara rutin, pola makan yang sehat dan olahraga secara teratur bahkan untuk anak-anak.
Karena anak-anak akan terus tumbuh dan mengalami perubahan, sehingga kemungkinan diperlukan dosis atau jenis insulin yang berbeda serta pola makan yang berubah.
Pemantauan kadar gula darah harus dilakukan secara rutin, hal ini penting untuk mencegah anak mengalami hipoglikemia (kadar gula darah yang terlalu rendah) atau hiperglikemia (kadar gula darah yang terlalu tinggi) akibat penggunaan insulin yang tidak tepat. Karena kedua kondisi ini bisa memicu timbulnya komplikasi diabetes.
Anak-anak tidak bisa diberikan diet makanan yang ketat, karena anak tetap membutuhkan banyak buah, sayuran, biji-bijian, makanan tinggi gizi dan rendah lemak serta produk hewani yang lebih sedikit. Mengonsumsi makanan yang manis boleh jika sesekali saja, selama masih termasuk dalam recana pola makan anak (plan meal).
Ajaklah anak untuk mendapatkan aktivitas fisik yang teratur, tapi ingat bahwa aktivitas fisik bisa mempengaruhi kadar gula darah hingga 12 jam setelah latihan. Karenanya jika ingin memulai aktivitas yang baru, periksalah kadar gula darah lebih sering dari biasanya untuk melihat bagaimana tubuh bereaksi terhadap kegiatan tersebut.
Meskipun diabetes tipe 1 ini membutuhkan perawatan yang konsisten, tapi seiring kemajuan teknologi dalam memantau kadar gula darah dan pengiriman insulin bisa memudahkan monitoringnya. Dengan perawatan yang tepat, anak-anak dengan diabetes tipe 1 bisa memiliki harapan untuk hidup lebih lama.
5. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3) Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan
4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6) Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
9) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
10) Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Diagnosis dapat ditegakan jika didapat salah satu dari gejala di bawah ini :
1. Adanya gejala yang klasik seperti poliuria, polifagi, polidipsi, dan ketonuria, penurunan berat badan yang cepat disertai dengan kadar glukosa darah plas >200mg/dl.
2. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa darah puasa dan peningkatan kadar glukosa darah yang menetap selama dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO/OPGTT) yang dilakukan lebih dari 1 kali.
Cara pemeriksaan TTGO adalah :
- Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
- Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
- Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
- Periksa glukosa darah
- Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.
- Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
- Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat.
Tabel. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena
Darah Kapiler
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena
Darah Kapiler
<110
<90
<110
<90
110-199
90-199
110-125
90-109
>200
>200
>126
>110
6. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN
1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Dengan Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
• Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi.
• Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
• Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, dan penggunaan obat vasokontriksi
• Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria Hasil :
1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
• Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
• Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan. rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria Hasil :
1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang.
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri.
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit).
• Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
• Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
• Ciptakan lingkungan yang tenang.
• Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
• Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
• Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 1
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan / mengurangi keluhan / gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kriteria pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kriteria pengendalian diabetes melitus.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam
80-109
110-159
110-139
160-199
>140
>200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK
<130
<100
130-159
11-129
>159
>129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK
- dengan PJK
<200
<150
<200-249
<150-199
>250
>200
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki
18,9-23,9
20 -24,9
23-25
25-27
>25 atau <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1) Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2) Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3) Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi. Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya anak-anak :
- Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
- Mengalami perkembangan emosional yang normal
- Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
- Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada.
- Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan
- Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya.
Keadaan ideal yang ingin dicapai ialah penyandang DM tipe 1 dalam keadaan asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh sebagian besar penyandang DM maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes.
Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :
- Pemberian insulin
- Penatalaksanaan dietetik
- Latihan jasmani
- Edukasi
- Home monitoring (pemantauan mandiri ).
8. Pemberian Insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Penghentian suntikan akan menimbulkan komplikasi akut dan bisa fatal akibatnya.
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan olahraga secara teratur.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Karbohidrat dipecah menjadi glukosa dan masuk ke peredaran darah, dan glukosa darah dapat meningkat. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan, glukosa meningkat di dalam peredaran darah dan pengeluaran insulin oleh pankreas juga meningkat. Tugas pokok insulin adalah mengatur pengangkutan atau masuknya glukosa dari darah ke dalam sel sehingga glukosa darah bisa turun. Jadi, insulin berperan dalam mengatur kestabilan glukosa di dalam darah. Insulin juga bekerja di hati. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulainya kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1) Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2) Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3) Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4) Mixed Insulin
5) Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6) Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
DAFTAR PUSTAKA
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
http://www.mediaindonesia.com/
http://contoh-askep.blogspot.com/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BATU REN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras se...
-
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE PENGUKURAN KONSUMSI MAKANAN BERDASARKAN SASARAN PENGAMATAN ATAU PENGG...
-
1.1 Latar Belakang Gastroenteritis biasa disebut diare adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi di Indonesia. Gastroenteritis da...
-
PEMBELAHAN SEL MIOSIS & MITOSIS, SPERMATOGENESIS DAN OOGENESIS Proses pembentukan gamet atau sel kelamin disebut gametogenesis, ada dua ...
No comments:
Post a Comment