Sunday, 1 May 2011

FARMAKOLOGI


FARMAKOLOGI



Pengertian Obat dalam arti luas ialah:

Obat ialah setiap zat Kimia,Hewan maupun Nabati yang dalam  dosis layak dapat menyembuhkan ,meringankan atau mencegah penyakit atau gejala-gejalanya.
 
DARI SEGI FARMAKOLOGI OBAT
DIDEFINISIKAN SEBAGAI SUBSTANSI YANG DIGUNAKAN UNTUK PENCEGA HAN,DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN PENYAKIT PADA MANUSIA MAUPUN  BINATANG.








 

Menurut SK Menkes No.125 Kaab/B/VII/71
Tanggal 9 Juni 1971
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,mencegah,
mengurangi,menghilangkan ,menyembuhkan penyakit ,luka atau kelainan badaniah dan rohaniahpada manusia atau hewan ,memperelok badan atau bagian badan manusia
                                                               
 
2






 

OBAT dibagi atas 2 Golongan
1.Obat Tradisional
2.Obat Jadi atau Obat Paten


 

Undang-Undang No.9 tahun 1960
Tetang Pokok-pokok Kesehatan dan
UU No.7 tahun 1963 tentang Farmasi
Obat Tradisional atau Obat asli Indonesia ialah Ramuan-ramuan yang diperoleh langsung secara alamiah di Indonesia baik berasal dari binatang, tumbuhan atau mineral ,terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisio nal









 

Obat Jadi Atau Obat Paten telah tersedia dipasaran dikemas dalam berbagai bentuk sesuai dengan kegunaannya.




3
Menurut Permenkes RI No.193/Kab/B.VII/71 tanggal 21 Agustus 1972  Obat Paten dirumuskan sebagai obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik





 

Menurut Permenkes RI No.085/MenKes/Perl/1989  Obat Paten adalah obat dengan nama dagang dan menggunakan nama yang merupakan milik produsen yang bersangkutan.








 

Pembuatan,penyimpanan dan pengadaan obat di Indonesia diawasi oleh Dirrektorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan ).





 

Dipasaran dikenal juga : a.Obat Resmi
b.Obat tidak Resmi c.Obat Bebas d.Obat keras dan e.Obat Bius
 


                                                        
4.
Obat Resmi ialah obat atau bahan baku yang dimuat dalam Farmakope yaitu buku yang memuat pembakuan bahan kimia dan disahkan berdasarkan undang-undang.
Obat tidak resmi tidak dimuat dalam Farmakope tetapi boleh dipasarkan dengan izin dari Dep.Kesehatan.
 

Obat bebas ialah obat yang bebas dibeli dipasaran (toko obat / Apotik)
Obat Keras ialah obat yang hanya dapat dibeli dengan resep dokter.
Obat bius hanya dapat diperoleh dari apotik dengan resep dokter dan penjualannya harus disertai dengan pelaporan kepada Men. Kesehatan.
Obat Esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksana an kesehatan bagi masyarakat banyak yang meliputi obat untuk diagnosis, profilaksis,terafi dan rehabilitasi (DOEN 1980/1981)
 


5
OBAT GENERIK    ADALAH OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM OBAT TERPADU  ( DOPB ) MELIPUTI OBAT ESENSIAL YANG PALING BANYAK DIBUTUHKAN MASYARAKAT DENGAN MUTU TERJAMIN  DAN TERJANGKAU OEH MASYARAKAT  DIPRODUKSI OLEH PERUSAHAAN DENGAN PERSYARATAN CARA PRODUKSI  OBAT YANG BAIK
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dalam seluruh aspeknya yaitu sejarah,sumber,sifat-sifat kimia dan fisiknya komposisi,efek fisiologi dan biokimia ,mekanisme kerjanya,absorpsi,distribusi , biotrans- formasi,ekskresi dan penggunaan obat.





 

Farmakognosi ialah ilmu yang mempelajari identifikasi obat-obat, mengenal dan menemukan bahan-bahan dari tumbuhan dan organisme dengan melakukan pemeriksaan makroskopis.
 



6
 

Farmasi ialah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat,mencampur/ mempermulasi,menyimpan,cara penyediaan dan mengenal formula obat.

Farmakoterafi ialah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk  pengobatan penyakit.
Kemoterafi ialah penggunaan zat-zat kimia dalam pengobatan penyakit infeksi .Juga digunakan untuk penggunaan zat kimia untuk pengobatan neoplasma.

Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari mekanisme kerja obat , efek obat terhadap fungsi,reaksi biokimia dan struktur organ atau mempelajari pengaruh obat terhadap sel tubuh atau respons organisme tubuh manusia.


7
Posologi ialah ilmu yang mempelajari  tentang dosis obat , cara pemberian (frekuensi ) interval dan lama pemberian) bentuk-bentuk sedian obat dll.

Toksikologi adalah ilmu yang mempe lajari efek toksik  dari berbagai racun, zat kimia,(termasuk obat )lainnya pada  pada tubuh manusia yang dapat menimbulkan penyakit atau kematian. 

Farmakologi klinik adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari efek obat dan pengobatan pada manusia.
Terapeutik dalam arti umum adalah suatu usaha atau tindakan diambil dalam pengobatan penyakit Istilah berasal dari bahasa Yunani yang berarti seni pengobatan .
Farmakoterafi merupakan bagian dari terapeutik disamping fisioterafi dan psikoterafi.



8

PENGOBATAN DASAR

Pengobatan Dasar adalah upaya pe
ngobatan secara ilmiah yg dilaku kan oleh tenaga Profesional (dokter,
dokter gigi,paramedis,bidan ,pera wat gigi) serta pengobatan oleh masyarakat dibawah bimbingan dan
pembinaan dan tanggung jawab
dokter/dokter gigi.
Dengan pola pengobatan dasar secara simultan akan dapat diting-
katkan jangkauan mutu pelayanan
dengan secara legeartis mengikuti
urutan sebagai berikut :                                                        
1.Diagnose dini.
2.Pemberian terafi cepat seperti
   pemberian obat,tindakan operasi
   sederhana,fisioterafi dan lain-lain
                            2.
3.Pertolongan Pertama Gawat
   Darurat dan kecelakaan yang
   bertujuan mencegah kematian
   (life saving ) dan mencegah keca
   catan (disability limitation ).
4.Melakukan Rujukan ke tingkat
   yang lebih tinggi untuk melimpah
   kan tanggung jawab Pengobatan
   ketingkat yg lebih profesional un
   tuk menjamin kualitas penyembu
   han dan mendapatkan derajat ke
   sembuhan yg seoptimal mungkin.
  TUJUAN PENGOBATAN  DASAR DI
 PUSKESMAS: 
Bertujuan untuk meningkatkan mu
tu pelayanan pengobatan secara  berhasil guna dan berdaya guna dgn cara penyeragaman  pengobatan






PENGOBATAN YANG RASIONAL

I.Proses Pengobatan

Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya berdasarkan temuan-temuan  yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung aspek keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien.

Secara ringkas tahap-tahap yang biasanya dilalui  dalam proses pengobatan hádala















































 

SIKLUS PENGOBATAN



 


            ANAMENSIS

 

 


                   PEMERIKSAANFISIK&LAB

 

              PENEGAKKAN DIAGNOSIS  

       PEMILIHAN INTERVENSI  PENGOBATAN

 


PENGOBATAN       KONSULTASI          RUJUKAN

JENIS                       MEDIK                         MEDIK

DOSIS  

CARA   

 


PEMBERIAN INFORMASI    * ) PENGOBATAN

KEPADA PASIEN                       a,Obat minum oral

                                                       b.Nasehat ,tampa  

                                                           obat  

PENILAIAN HASIL                   c.Obat suntik /

PENGOBATAN                             Tindakan operatif  









 

 





























PENGOBATAN YANG RASIONAL

                         Dr.H.Makkarannu.
I.PENDAHULUAN.

Hasil-hasil penelitian penerapan  penggunaan obat di pelayanan kesehatan,menunjukkan bahwa dalam  prakktek sehari-hari sering terjadi penggunaan obat yang tidak rasional.

Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang serius  oleh karena menimbulkan dampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan.

Pemakaian suatu obat yang dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima pasien lebih besar dibanding manfaatnya.

Dampak negatif di sini  dapat berupa  efek samping yang bertambah ,juga dapat terjadi resistensi kuman,masa perawatan yang lebih lama dan pemborosan dana atau biaya tak terjangkau  dan dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat ).

Ketidak rasionalan pemakian obat sangat beragam ,mulai dari peresepan obat tanpa indikasi,dosis obat, cara ,frekuensi dan lama pemberian yang tidak tepat hingga peresepan obat-obat yang relatif mahal atau perersepan obat-obat yang belum terbukti secara ilmiah memberi manfaat terafi yang lebih besar dibanding risikonya.

Di tingkat pelayanan kesehatan dasar misalnya , penggunaan injeksi terlihat masih sangat tinggi , padahal alternatif pemberian per oral yang relatif lebih aman ,tersedia.

Selain itu juga masih banyak kebiasaan keliru memberikan antibiotika untuk setiap penyakit yang disertai demam,yang sebenarnya disebabkan oleh virus (misalnya ISPA ringan ). Dari berbagai studi yang ada  menunjukkan bahwa 80 % penderita ISPA pada anak diberi antibiotika ,padahal hanya 10 – 20 % di antaranya yang benar-benar memerlukan antibiotika.Hal ini di samping merupakan pemborosan juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping karena pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan.

Dampak lainnya berupa ketegantungan pasien terhadap pemberian antibiotika (akibat persepsi yang keliru ) ,yang selanjutnya secara luas akan meningkatkan kemungkinan risiko terjadinya resistensi bakteri terhadap penggunaan antibiotika yang tidak tepat.

II.PENGOBATAN / PENGGUNAAN OBAT  YANG RASIONAL
A.BATASAN / PENGERTIAN PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
Menurut Badan Kesehatan Sedunia  ( WHO ) 1987.                                           
                        Pemakaian obat dikatakan Rasional jika 
                        memenuhi kriteria  :persyaratan :
                        1. Sesuai dengan  indikasi penyakit.
                        2.Tersedia setiap saat dengan harga yang  terjangkau.
                       3.Diberikan dengan dosis yang tepat.                     
                       4.Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat.
                       5.Lama  pemberian yang tepat.
                      6.Obat yang diberikan harus efektif dengan mututerjamin dan aman.
                         Jadi pemakaian obat dikatakan rasional bila  memenuhi  persyaratan :
 1.Ketepatan Diagnosis.
                          Seorang dokter selalu dituntut untuk dapat menegakkan diagnosis setelah
                          melakukan  pemeriksaan terhadap pasiennya.
                          Hal ini  diperlukan  dalam  pengambilan keputusan pengobatan  yang   akan  
                          diberikan  kepada  pasien.
                          Penegakan   diagnosis   tersebut umumnya didasarkan  atas  anamnesis  dan
                          hasil  temuan selama pemeriksaan,baik ,laboratorium (jika memungkinkan )
                          maupun pemeriksaan  penunjang lainnya.
2
Secara  singkat diagnosis merupakan kesimpulan  dari kumpulan gejala,tanda-tanda dan temuan lain yang mengarah pada suatu penyakit tertentu .
Dengan dasar diagnosis  dokter kemudian menentukan pengobatan atau tindakan lebih lanjut.
Apabila   diagnosis yang  dibuat  keliru ,maka hampir dipastikan  bahwa   pengobatan yang akan diberikan juga akan keliru. Oleh  sebab itu  seorang dokter seyogiyanya memiliki kemapuan yang cukup untuk mendiagnosis penyakit ,paling tidak   penyakit- penyakit yang paling sering di derita masyarakat dan penyakit-penyakit yang memerlukan penanganan secara cermat .
2.Ketepatan indikasi pemakaian obat.
Keputusan untuk memberikan obat kepada pasien umumnya diambil atas dasar diagnosis yang ditegakkan.                    
3.Ketepatan pemilihan obat.
Apabila keputusan untuk memberikan obat telah diambil maka pertanyaan yang  harus dijawab adalah efek klinik apa yang diharapkan dari obat yang akan diberikan . Disini tidak saja mencakup kelas dan jenis obat terafi ,juga mencakup segi  kemanfaatan dan keamanan obat  (termasuk kemungkinan risiko efek samping ), segi harga dan mutu.Untuk mencakup komponen-komponen tersebut maka digunakan Pedoman Pengobatan oleh karena pedoman pengobatan yang dikembangkan bersama  para ahli telah  diupayakan untuk memenuhi kriteria berikut :
 a.Telah terbukti secara ilmiah memberikan manfaat yang maksimal dan risiko yang  sekecil- kecilnya.
b.Diantara beberapa alternatif  yang ada hendaknya dipilih obat dengan harga yang paling terjangkau oleh pasien dan memberikan manfaat klinik yang setara.
c.Mutu terjamin.
d.Merupakan obat yang betul-betul  dibutuhkan dan mudah didapat.
4.Ketepatan  dosis,cara pemberian dan lama pemberian dengan waktu   intervalnya.
Agar suatu obat memberikan efek yang maksimal diperlukan penentuan dosis,cara dan lama pemberian yang tepat.Besar dosis ,cara dan frekuensi pemberian  umumnya didasarkan pada sifat farmakokinetik dan farmakodinamika obat serta  kondisi pasien.
Sedang lama pemberian biasanya didasarkan pada sifat penyakit   apakah akut,kronis , kambuh secara berulang dan sebagainya.
Penentuan dosis juga harus dipertimbangkan umur dan kondisi pasien apakah anak , dewasa ,usia lanjut atau wanita hamil,oleh karena masing-masing  perlakuan yang berbeda-beda.
5.Ketepatan penilaian terhadap kondisi pasien.
Mengingat respons tiap individu terhadap obat sangat beragam maka diperlukan  pertimbangan yang saksama,paling tidak mencakup kemungkinan adanya kontraindikasi ,faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping                               atau adanya penyakit lain yang menyertai,misalnya untuk penderita –penderita dengan kelainan ginjal maka pemakaian obat-obat yang terutama diekskresi diginjalsejauh mungkin dihindari,demikian juga untuk pasien-pasien dengan riwayat alergi  terhadap obat tertentu perlu ditelusuri secara saksama .



3
6.Ketepatan pemberian informasi.
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat  mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan.
7.Ketepatan dalam tindak lanjutnya.
Upaya tindak lanjut pengobatan ( follow up ) perlu pula mempertimbangkan efek klinik / respons apa yang diharapkan dari terafi yang diberikan .Sehingga dalam pemantauan terhadap pasien selama masa pengobatan dapat diperoleh kesimpulan mengenai kesembuhan ,berkurangnya gejala penyakit ,perlu dirujuk ,timbul efek samping dan sebagainya. 
B.GEJALA PENGGUNAAN OBAT YANG TIDAK RASIONAL
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikatagorikan sebagai berikut :
a.Peresepan berlebih (Over prerscribing ) yaitu jika memberikan obat lebih dari yang  sebenarnya diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan.
b.Peresepan kurang (under prescribing ) yaitu jika pemberian obat kurang dari yang  seharusnya diperlukan,baik dalam hal dosis,jumlah maupun lama pemberian.
Tidak diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang diderita termasuk dalam katagori ini.                     
c.Peresepan majemuk (multiple prescrebing ) , yaitu jika pemberian beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama.Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat .
d.Peresepan salah (incorrect prescribing ) , mencakup  pemberian obat untuk indikas yang keliru ,pada kondisi yang sebenarnya merupakan kontra indikasi pemberian  obat,memberikan kemungkinan risiko efek samping yang lebih besar,pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan pada pasien dan sebagainya .
Contoh :Pemberian tetrasiklin  pada anak dengan kecurigaan kholera padahal ada  pilihan lain yang lebih aman ,yaitu kotrimoksazol.
Masalah pemakaian obat yang tidak rasional banyak  dijunmpai dalam praktek sehari hari . Hal ini mengingat bahwa setiap praktisi medik selalu mengatakan bahwa pengobatan adalah seni,oleh sebab itu setiap dokter berhak menentukan jenis obat yang paling seuai untuk pasiennya.Hal ini bukannya keliru ,tetapi jika tidak dilandasi dengan alasan ilmiah yang dapat diterima akan menjurus pemakaian obat yang tidak rasional.
Beberapa   ciri ketidakrasionalan pemakaian obat dalam praktek sehari-hari                             sangat  beragam dan beberapa diantaranya adalah :
a.Pemberian obat untuk penderita yang tidak memerlukan terafi obat .

Contoh Pemberian obat-obat peransang napsu makan pada anak,padahal intervensi gizi jauh lebih bermanfaat .

b.Pemakaian obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit.

Contoh:Yang paling sering terjadi di pusat-pusat pelayanan kesehatan adalah pemberian injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegal linu yang umumnya bukan karena defisiensi vitamin B12.

c.Pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan .
Contoh :Pemberian obat dengan dosis terlalu besar atau kecil ,pemberian antibiotika selama tiga hari , cara pemberian yang tidak tepat misalnya pemberian ampisilin sesudah makan .


4
d.Pemakaian obat  yang memiliki potensi toksitas lebih besar sementara obat lain dengan manfaat yang sama tetapi jauh lebih aman tersedia.
e.Pemakaian obat yang harganya mahal , sementara obat sejenis dengan mutu yang sama dan harganya lebih murah tersedia.
f.Pemakaian obat yang belum terbukti secara ilmiah segi kemanfaatannya dan keamanannya.              
g.Pemakaian obat yang jelas-jelas akan mempengaruhi kebiasaan atau persepsi yang keliru dari masyarakat terhadap hasil pengobatan.
h.Dan lain-lain.
C. Dampak Penggunaan Obat yang tidak Rasional :
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi dari jenis ketidak rasionalan pemakaiannya.dampak negatif ini  dapat saja hanya dialami oleh pasien ( efek samping,dan biaya yang mahal ) maupun oleh populasi yang lebih luas ( resistensi kuman terhadap antibiotika tertentu ) dan mutu pelayanan pengobatan secara umum.Tetapi secara ringkas dampak negatif ketidak rasioanalan pemkaian obat dapat digolongkan menjadi 4 yaitu :              
a.Dampak  terhadap mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan.
b.Dampak terhadap biaya pengobatan.
c.Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan.
d.Dampak psikososial .
Faktor yang mempengaruhi terjadinya pemakaian obat yang tidak rasional :
a.Pembuat resep .
b.Pasien/masyarakat.
c.Sistem perencanaan dan pengelolaan obat .
d.Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan .  
e.Lain-lain .                                                     
a.Mutu pengobatan dan Pelayanan
Pemakaian obat yang tidak rasional selain secara langsung maupun tidak langsung akan menghambat upaya penurunan angka morbiditas dan mortalitas penyakit tertentu yang mencerminkan mutu pengobatan yang ada
Sebagai contoh adalah pemakaian tetrasiklin pada anak yang terbukti dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi dan gangguan pada tulang ,ternyata masih sangat sering dijumpai di  pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Demikian pula pemberian antibiotika atau anti diarea bukannya oralit pada diare akut non spesifik juga memberi dampak negatif terhadap upaya penurunan morbiditas diare.  
b. Biaya pelayanan pengobatan .
Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas atau pemberian obat untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terafi obat .Jelas merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien.                      
Disini termasuk bila presepan obat yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih murah tersedia. Sebagai contoh adalah ketidak rasionalan  pemberian antibiotika pada ISPA ringan.  Dari studi Child Survival Pharmaceutikal II di 7 propinsi di Indonesia tahun 1984 – 1985  dijumpai  bahwa akibat kebiasaan memberikan antibiotika pada ISPA ringan ,maka      pemborosan anggaran untuk program ISPA  mencapai lebih dari 50 % anggaran yang     diperlukanUntuk hal     yang tidak perlu.


5
Belum lagi untuk penyakit-penyakit lain seerti diare yang sebenarnya cukup
diberi oralit bukannya antibiotika  dan anti diare yang relatif mahal.
c. Kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan :
Pemakai obat yang tidak rasional secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan  resiko terjadinya efek samping  dan efek lain yang tidak diharapkan ,baik untuk pasien maupun  populasi.
Beberapa contoh dampak negatif yang mungkin terjadi antara lain :
 1. Resiko terjadinya efek samping obat meningkat secara konsisten dengan makin banyaknya jenis obat yang diberikan kepada pasien.Keadaan ini semakin nyata pada usia lanjut,dimana resiko efek samping ini meningkat sampai 100 % pada pemberian obat lebih dari 10 macam.
2.Terjadinya resistensi kuman terhadap beberapa antibiotika merupakan salah satu akibat dari  pemakian  antibiotika yang berlebih ( over prescribing) ,  kurang ( under prescribing )
maupun  pemberian pada kondisi yang bukan merupakan indikasi (misalnya yang   disebabkan oleh virus)
3.Risiko terjadinya penularan penyakit  ( misalnya hepatitis, AIDS ) pada penggunaan injeksi  yang tidak legeartis ,( misalnya 1 jarum suntik digunakan untuk lebih dari satu pasien ) di  samping kemungkinan terjadinya risiko syok anapilaktik .
d. Psiksosial
Ketidak rasionalan pemberian obat oleh dokter / perawat juga sering memberi pengaruh  buruk bagi pasien maupun populasi .
Pengaruh buruk ini dapat berupa ketergantungan terhadap intervensi obat maupun  persepsi   yang keliru terhadap pengobatan .
Beberapa contoh berikut mungkin banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari :
1. Pasien tidak mau meninggalkan ruang praktek jika dokter /paramedis belum memberi suntikan. Kebiasaan ini dapat saja bersumber dari dokter / paramedis yang secara lunak meluluskan  permintaan pasien.Informasi ini kemudian disampaikan dari mulut ke mulut oleh   pasien yang bersangkutan.Sehingga timbul kebiasaan  untuk sellau minta disuntik                              jika  datang  berobat.Hal tersebut dapat menjadi bumerang bagi paramedis dokter  sendiri kalau  ia akan menegakkan upaya pengobatan yang rasional.
2.Sebagian besar masyarakat telah mengetahui bahwa jika anaknya diare harus diberi oralit. Namun mengingat mereka menganggap bahwa oralit bukan obat, maka biasanya bila  diarenya belum sembuh si anak dibawa ke dokter untuk minta disuntik.
Jika kemudian dokter  memberi suntikan ,maka hal ini akan menimbulkan persepsi yang  keliru dari masyarakat  bahwa injeksi tetap diperlukan untuk menangani diare.                                         
3. Pemberian obat perangsang nafus makan pada anak bukannya informasi mengenai kebutuhan gizi untuk pertimbangan ,sering dianggap  keliru oleh pasien sebagai satu satunya pemecahan. Sehingga yang terjadi adalah tetap diabaikannya peningkatan mutu gizi yang  seharusnya diberikan kepada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. 
      Faktor yang mempengaruhi terjadinya pemakaian obat yang tidak rasional .                                                 
     Faktor yang mempengaruhi terjadinya ketidak rasionalan pemakaian obat sangat beragam, masing-  masing  dapat berdiri sendiri maupun saling terkait antara satu faktor dengan factor yang lain. Namun secara  umum faktor-faktor tersebut antara lain mencakup :
6
a.Pembuat resep.
b. Pasien / masyarakat.
c. Sistem perencanaan dan pengelolaan obat.
d. Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan.
e. Lain - lain .

a.Pembuat resep (Prescriber ).
Berbagai faktor  misalnya :
1.Kurangnya bekal  pengetahuan dan keterampilan terafeutika semasa pendidikan maupun  kurangnya uinformasi-informasi ilmiah selama menjalankan tugas.
2.Sebagian besar dokter umumnya juga lebih banyak   mengandalkan     pengalaman    praktek
sehari-harinya yang meskipun tidak keliru tetapi tetap memerlukan dasar/alasan ilmiah  yang dapat diterima.
3.Aktivitas promosi oleh industri farmasi melalui duta-duta farmasinya yang umumnya memberikan informasi yang sering “ bias “ , banyak dijumpai .
4.Tekanan dari pasien dalam bentuk permintaan untuk meresepkan obat-obat tertentu berdasarkan pilihan pasien sendiri.
5.Kekurangyakinan pada diri dokter terhadap diagnosis   yang   ditegakkan ,  sering mendorong
yang bersangkutan untuk meresepkan obat-obat yang kadang justru tidak diperlukan untuk pasien.
6.Generalisasi yang keliru terhadap pengobatan penyakit-penyakit tertentu atas dasar pengalaman praktek
7.Terbatasnya waktu bagi dokter untuk melakukan pemeriksaan  secara  saksama karena
banyaknya pasien yang masih menunggu di ruang tunggu.
b.Pasien / masyarakat
Kekurangtahuan pasien atau masyarakat terhadap praktek-praktek pengobatan juga sering mendorong praktek-praktek pemakaian obat yang tidak rasional antara lain :
1.Sebagian pasien belum merasa sembuh dari sakitnya bila tidak disuntik.
2.Sebagian orang tua pasien justru minta anaknya yang diare untuk disuntik,atau diberi antibiotika ataupun antidiare.
3.Pasien merasa senang jika disuntik karena  oleh tenaga kesehatan yang terdahulu biasanya juga disuntik.
c.Sistem perencanaan dan pengelolaan obat.
Masih lemahnya sistem perencanaan dan pengelolaan obat yang ada juga mendorong praktek-praktek pemakaiana obat yang tidak rasional.
Salah satu contoh adalah keterbatasan dana dan sarana yang  sering dijadikan alasan terbatasnya jumlah obat yang dapat disediakan ,padahal mestinya dengan program obat esensial nasional ini tidak perlu terjadi.Sistem perencanaan dan pengelolaan sebagai salah satu pendorong terjadinya ketidak rasionalan ini merupakan mata rantai panjang yang saling terkait dengan praktek pengobatan di pusat- pusat pelayanan kesehatan. Alasan dokter /paramedis sebagai sumber ketidak rasionalan dalam  keadaan tertentu pengobatan didasarkan pada jenis obat yang masih tersedia , sedang pemegang  kebijksanaan juga cenderung memberi alasan bahwa jumlah obat menjadi terbatas karena sebagian  besar di gunakan untuk kondisi yang sebenarnya tidak memerlukan obat.
d. Lain-lain
7
Faktor-faktor pendorong lain yang tidak secara lansung menjadi penyebab terjadinya pemakaian  obat yang tidak rasional diantaranya adalah :
          1.Derasnya  informasi obat dalam bentuk iklan ,baik melalui media cetak ,media elektronik maupun promosi langsung dari rumah kerumah.
2.Situasi praktek yang cenderung menimbulkan persaingan  antara praktisi medik, khususnya di kota-kota besar.
3.Praktek-praktek pengobatan yang hanyadi dasarkan pada keinginan dan permintaan pasien dengan  tujuan agar pasien tidak berpindah ke dokter lain. 
4. Dan sebagainya.

III.PROSES PENGOBATAN
Secara umum siklus pengobatan terdiri atas beberapa komponen yaitu :
1.Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mencari berbagai informasi yang mungkin berkaitan dengan penyakit pasien.Untuk melakukan anamnesis yang baik tidak saja dituntut pengetahuan yang cukup mengenai penyakit,tetapi juga patofisiologi , cara penularan,faktor risiko,dan lain-lain .Teoritis dalam anamnesis terkandung beberapa aspek pertanyaan ,seperti :
Apa keluhannya ,kapan mulai di derita ,apa sudah minum obat dsb.
2.Pemeriksaan fisik.
3.Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan roentgen dsb.
4.Diagnose
5.Pemberian terafi ( pengobatan )
                  Kepustakaan:
                1.Pengobatan Yang Rasional ,Modul Pelatihan Pratugas Dokter/Dokter gigi  PTT, Pusat
                   Pendidikan dan Latihan Pegawai  Departemen Kesehatan R.I  ,Jakarta 1997.
                2.Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Departemen Kesehatan R.I Jakarta 1992.
                3.Syamsuir Munaf ,Pengantar Farmakologi ,Penggunaan Obat Yang Rasional ,Laboratorium
                   Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,Palembang 1991. 








MENURUT BADAN KESEHATAN  SEDUNIA (WHO ) 1987.                                                   

Pemakaian obat dikatakan Rasional jika

memenuhi kriteria

  1. Sesuai dengan Indikasi penyakit.

 2.Tersedia setiap saat dengan harga yang
    terjamin
3.Diberikan dengan dosis yang tepat.
4.Cara pemberian dengan interval waktu
   pemberian yang tepat.
5.Lama  pemberian yang tepat.
6.Obat yang diberikan harus efektif dgn
   mutu terjamin dan aman.

 Jadi pemakian obat dikatakan rasional bila

  memenuhi persyaratan:
 1.Ketepatan diagnose.
 2.Tepat penderita
 3.Ketepatan indikasi pemakaian obat.                                 
 4.Tepat obat      
 5.Tersedia di kamar obat dengan
    harga terjangkau oleh  masyarakat.
 6.Ketepatan dosis,cara pemberian dengan 
    waktu  intervalnya.
 7.Tidak terjadi efek samping.
  8.Ketepatan pemberian informasi.
  9.Ketepatan dalam tindak lanjutnya. 
  10.Ketepatan penilaian kondisi pasien.
                     
                                                    






















 

Farmakokinetik ialah ilmu yang mempelajari absorpsi,distribusi , metabolisme,transport dan ekskresi obat .                                                        


Tempat kerja               Depot dijaringan
(Reseptor )            Terikat ==Bebas terikat==bebas











 



                          Plasma

Absorpsi       Obat Bebas         Eksresi                   













 

  
                     Obat        Metabolik
                    Terikat                         




                     Biotransformasi



Farmakokinetik :
Obat yang masuk kedalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai ditempat kerja dan menimbulkan efek.
Obat dikeskresi dari dalam tubuh .
Seluruh proses ini disebut proses farmakokinetik dan berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar diatas.






























                    FARMAKOLOGI
        
TUJUAN PEMEBLAJARAN UMUM
Setelah mengikuti pelajaran ini mahasiswa mengetahui konsep Farmakologi dan pengobatan dasar

Tujuan Pembelajaran Khusus
1.Melalui ceramah ,tanya jawab mahasiswa dapat menyebutkan definisi farmakologi dengan tepat.
2.Melalui ceramah dan tanya jawab mahasiswa dapat menyebutkan  4 kreteria pengobatan rasional dengan tepat.
3.Melalui ceramah dan penjelasan dari dosen serta tanya jawab mahasiswa dapat menyebutkan pengertian farmakokinetik  dengan tepat.
4.Melalui penjelasan dan tanya jawab mahasiswa dapat menjelaskan hubungan absorpsi , distribusi , ikatan , ekskresi, biotransformasi obat dan konsentrasi pada tempat kerja obat dengan baik.
5.Melalui ceramah dan penjelasan dan tanya jawab dari dosen mahasiswa dapat menyebutkan dua golongasn obat dengan tepat.






No comments:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BATU REN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras se...