FARMAKOLOGI


Pengertian Obat dalam arti luas ialah:





DARI SEGI FARMAKOLOGI OBAT
DIDEFINISIKAN SEBAGAI SUBSTANSI YANG DIGUNAKAN UNTUK PENCEGA HAN,DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN PENYAKIT PADA MANUSIA MAUPUN BINATANG.
![]() | |||
![]() |
Menurut SK Menkes No.125 Kaab/B/VII/71
Tanggal 9 Juni 1971
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,mencegah,
mengurangi,menghilangkan ,menyembuhkan penyakit ,luka atau kelainan badaniah dan rohaniahpada manusia atau hewan ,memperelok badan atau bagian badan manusia

2
![]() | ![]() |
OBAT dibagi atas 2 Golongan
1.Obat Tradisional

![]() |



Tetang Pokok-pokok Kesehatan dan
UU No.7 tahun 1963 tentang Farmasi
Obat Tradisional atau Obat asli Indonesia ialah Ramuan-ramuan yang diperoleh langsung secara alamiah di Indonesia baik berasal dari binatang, tumbuhan atau mineral ,terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisio nal
![]() | ||||
![]() | ![]() |






Menurut Permenkes RI No.193/Kab/B.VII/71 tanggal 21 Agustus 1972 Obat Paten dirumuskan sebagai obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik
![]() | |
![]() |
Menurut Permenkes RI No.085/MenKes/Perl/1989 Obat Paten adalah obat dengan nama dagang dan menggunakan nama yang merupakan milik produsen yang bersangkutan.
![]() | |||
![]() | ![]() |
Pembuatan,penyimpanan dan pengadaan obat di Indonesia diawasi oleh Dirrektorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan ).
![]() | |
![]() |
Dipasaran dikenal juga : a.Obat Resmi
b.Obat tidak Resmi c.Obat Bebas d.Obat keras dan e.Obat Bius




Obat Resmi ialah obat atau bahan baku yang dimuat dalam Farmakope yaitu buku yang memuat pembakuan bahan kimia dan disahkan berdasarkan undang-undang.
Obat tidak resmi tidak dimuat dalam Farmakope tetapi boleh dipasarkan dengan izin dari Dep.Kesehatan.




Obat Keras ialah obat yang hanya dapat dibeli dengan resep dokter.
Obat bius hanya dapat diperoleh dari apotik dengan resep dokter dan penjualannya harus disertai dengan pelaporan kepada Men. Kesehatan.
Obat Esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksana an kesehatan bagi masyarakat banyak yang meliputi obat untuk diagnosis, profilaksis,terafi dan rehabilitasi (DOEN 1980/1981)

5
OBAT GENERIK ADALAH OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM OBAT TERPADU ( DOPB ) MELIPUTI OBAT ESENSIAL YANG PALING BANYAK DIBUTUHKAN MASYARAKAT DENGAN MUTU TERJAMIN DAN TERJANGKAU OEH MASYARAKAT DIPRODUKSI OLEH PERUSAHAAN DENGAN PERSYARATAN CARA PRODUKSI OBAT YANG BAIK



![]() | |
![]() |
Farmakognosi ialah ilmu yang mempelajari identifikasi obat-obat, mengenal dan menemukan bahan-bahan dari tumbuhan dan organisme dengan melakukan pemeriksaan makroskopis.

6


Farmakoterafi ialah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk pengobatan penyakit.
Kemoterafi ialah penggunaan zat-zat kimia dalam pengobatan penyakit infeksi .Juga digunakan untuk penggunaan zat kimia untuk pengobatan neoplasma.
Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari mekanisme kerja obat , efek obat terhadap fungsi,reaksi biokimia dan struktur organ atau mempelajari pengaruh obat terhadap sel tubuh atau respons organisme tubuh manusia.
7
Posologi ialah ilmu yang mempelajari tentang dosis obat , cara pemberian (frekuensi ) interval dan lama pemberian) bentuk-bentuk sedian obat dll.




Terapeutik dalam arti umum adalah suatu usaha atau tindakan diambil dalam pengobatan penyakit Istilah berasal dari bahasa Yunani yang berarti seni pengobatan .
Farmakoterafi merupakan bagian dari terapeutik disamping fisioterafi dan psikoterafi.
8
PENGOBATAN DASAR
Pengobatan Dasar adalah upaya pe
ngobatan secara ilmiah yg dilaku kan oleh tenaga Profesional (dokter,
dokter gigi,paramedis,bidan ,pera wat gigi) serta pengobatan oleh masyarakat dibawah bimbingan dan
pembinaan dan tanggung jawab
dokter/dokter gigi.
Dengan pola pengobatan dasar secara simultan akan dapat diting-
katkan jangkauan mutu pelayanan
dengan secara legeartis mengikuti
urutan sebagai berikut :
1.Diagnose dini.
2.Pemberian terafi cepat seperti
pemberian obat,tindakan operasi
sederhana,fisioterafi dan lain-lain
2.
3.Pertolongan Pertama Gawat
Darurat dan kecelakaan yang
bertujuan mencegah kematian
(life saving ) dan mencegah keca
catan (disability limitation ).
4.Melakukan Rujukan ke tingkat
yang lebih tinggi untuk melimpah
kan tanggung jawab Pengobatan
ketingkat yg lebih profesional un
tuk menjamin kualitas penyembu
han dan mendapatkan derajat ke
sembuhan yg seoptimal mungkin.
TUJUAN PENGOBATAN DASAR DI
PUSKESMAS:
Bertujuan untuk meningkatkan mu
tu pelayanan pengobatan secara berhasil guna dan berdaya guna dgn cara penyeragaman pengobatan
PENGOBATAN YANG RASIONAL
I.Proses Pengobatan
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung aspek keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien.
Secara ringkas tahap-tahap yang biasanya dilalui dalam proses pengobatan hádala
SIKLUS PENGOBATAN

ANAMENSIS
PEMERIKSAANFISIK&LAB
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
PEMILIHAN INTERVENSI PENGOBATAN

PENGOBATAN KONSULTASI RUJUKAN
JENIS MEDIK MEDIK

DOSIS
CARA


PEMBERIAN INFORMASI * ) PENGOBATAN
KEPADA PASIEN a,Obat minum oral

b.Nasehat ,tampa



obat
PENILAIAN HASIL c.Obat suntik /
PENGOBATAN Tindakan operatif
![]() | |||
![]() |
PENGOBATAN YANG RASIONAL
Dr.H.Makkarannu.
I.PENDAHULUAN.
Hasil-hasil penelitian penerapan penggunaan obat di pelayanan kesehatan,menunjukkan bahwa dalam prakktek sehari-hari sering terjadi penggunaan obat yang tidak rasional.
Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang serius oleh karena menimbulkan dampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan.
Pemakaian suatu obat yang dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima pasien lebih besar dibanding manfaatnya.
Dampak negatif di sini dapat berupa efek samping yang bertambah ,juga dapat terjadi resistensi kuman,masa perawatan yang lebih lama dan pemborosan dana atau biaya tak terjangkau dan dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat ).
Ketidak rasionalan pemakian obat sangat beragam ,mulai dari peresepan obat tanpa indikasi,dosis obat, cara ,frekuensi dan lama pemberian yang tidak tepat hingga peresepan obat-obat yang relatif mahal atau perersepan obat-obat yang belum terbukti secara ilmiah memberi manfaat terafi yang lebih besar dibanding risikonya.
Di tingkat pelayanan kesehatan dasar misalnya , penggunaan injeksi terlihat masih sangat tinggi , padahal alternatif pemberian per oral yang relatif lebih aman ,tersedia.
Selain itu juga masih banyak kebiasaan keliru memberikan antibiotika untuk setiap penyakit yang disertai demam,yang sebenarnya disebabkan oleh virus (misalnya ISPA ringan ). Dari berbagai studi yang ada menunjukkan bahwa 80 % penderita ISPA pada anak diberi antibiotika ,padahal hanya 10 – 20 % di antaranya yang benar-benar memerlukan antibiotika.Hal ini di samping merupakan pemborosan juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping karena pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan.
Dampak lainnya berupa ketegantungan pasien terhadap pemberian antibiotika (akibat persepsi yang keliru ) ,yang selanjutnya secara luas akan meningkatkan kemungkinan risiko terjadinya resistensi bakteri terhadap penggunaan antibiotika yang tidak tepat.
II.PENGOBATAN / PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
A.BATASAN / PENGERTIAN PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
Menurut Badan Kesehatan Sedunia ( WHO ) 1987.
Pemakaian obat dikatakan Rasional jika
memenuhi kriteria :persyaratan :
1. Sesuai dengan indikasi penyakit.
2.Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau.
3.Diberikan dengan dosis yang tepat.
4.Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat.
5.Lama pemberian yang tepat.
6.Obat yang diberikan harus efektif dengan mututerjamin dan aman.
Jadi pemakaian obat dikatakan rasional bila memenuhi persyaratan :
1.Ketepatan Diagnosis.
Seorang dokter selalu dituntut untuk dapat menegakkan diagnosis setelah
melakukan pemeriksaan terhadap pasiennya.
Hal ini diperlukan dalam pengambilan keputusan pengobatan yang akan
diberikan kepada pasien.
Penegakan diagnosis tersebut umumnya didasarkan atas anamnesis dan
hasil temuan selama pemeriksaan,baik ,laboratorium (jika memungkinkan )
maupun pemeriksaan penunjang lainnya.
2
Secara singkat diagnosis merupakan kesimpulan dari kumpulan gejala,tanda-tanda dan temuan lain yang mengarah pada suatu penyakit tertentu .
Dengan dasar diagnosis dokter kemudian menentukan pengobatan atau tindakan lebih lanjut.
Apabila diagnosis yang dibuat keliru ,maka hampir dipastikan bahwa pengobatan yang akan diberikan juga akan keliru. Oleh sebab itu seorang dokter seyogiyanya memiliki kemapuan yang cukup untuk mendiagnosis penyakit ,paling tidak penyakit- penyakit yang paling sering di derita masyarakat dan penyakit-penyakit yang memerlukan penanganan secara cermat .
2.Ketepatan indikasi pemakaian obat.
Keputusan untuk memberikan obat kepada pasien umumnya diambil atas dasar diagnosis yang ditegakkan.
3.Ketepatan pemilihan obat.
Apabila keputusan untuk memberikan obat telah diambil maka pertanyaan yang harus dijawab adalah efek klinik apa yang diharapkan dari obat yang akan diberikan . Disini tidak saja mencakup kelas dan jenis obat terafi ,juga mencakup segi kemanfaatan dan keamanan obat (termasuk kemungkinan risiko efek samping ), segi harga dan mutu.Untuk mencakup komponen-komponen tersebut maka digunakan Pedoman Pengobatan oleh karena pedoman pengobatan yang dikembangkan bersama para ahli telah diupayakan untuk memenuhi kriteria berikut :
a.Telah terbukti secara ilmiah memberikan manfaat yang maksimal dan risiko yang sekecil- kecilnya.
b.Diantara beberapa alternatif yang ada hendaknya dipilih obat dengan harga yang paling terjangkau oleh pasien dan memberikan manfaat klinik yang setara.
c.Mutu terjamin.
d.Merupakan obat yang betul-betul dibutuhkan dan mudah didapat.
4.Ketepatan dosis,cara pemberian dan lama pemberian dengan waktu intervalnya.
Agar suatu obat memberikan efek yang maksimal diperlukan penentuan dosis,cara dan lama pemberian yang tepat.Besar dosis ,cara dan frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada sifat farmakokinetik dan farmakodinamika obat serta kondisi pasien.
Sedang lama pemberian biasanya didasarkan pada sifat penyakit apakah akut,kronis , kambuh secara berulang dan sebagainya.
Penentuan dosis juga harus dipertimbangkan umur dan kondisi pasien apakah anak , dewasa ,usia lanjut atau wanita hamil,oleh karena masing-masing perlakuan yang berbeda-beda.
5.Ketepatan penilaian terhadap kondisi pasien.
Mengingat respons tiap individu terhadap obat sangat beragam maka diperlukan pertimbangan yang saksama,paling tidak mencakup kemungkinan adanya kontraindikasi ,faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping atau adanya penyakit lain yang menyertai,misalnya untuk penderita –penderita dengan kelainan ginjal maka pemakaian obat-obat yang terutama diekskresi diginjalsejauh mungkin dihindari,demikian juga untuk pasien-pasien dengan riwayat alergi terhadap obat tertentu perlu ditelusuri secara saksama .
3
6.Ketepatan pemberian informasi.
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan.
7.Ketepatan dalam tindak lanjutnya.
Upaya tindak lanjut pengobatan ( follow up ) perlu pula mempertimbangkan efek klinik / respons apa yang diharapkan dari terafi yang diberikan .Sehingga dalam pemantauan terhadap pasien selama masa pengobatan dapat diperoleh kesimpulan mengenai kesembuhan ,berkurangnya gejala penyakit ,perlu dirujuk ,timbul efek samping dan sebagainya.
B.GEJALA PENGGUNAAN OBAT YANG TIDAK RASIONAL
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikatagorikan sebagai berikut :
a.Peresepan berlebih (Over prerscribing ) yaitu jika memberikan obat lebih dari yang sebenarnya diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan.
b.Peresepan kurang (under prescribing ) yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan,baik dalam hal dosis,jumlah maupun lama pemberian.
Tidak diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang diderita termasuk dalam katagori ini.
c.Peresepan majemuk (multiple prescrebing ) , yaitu jika pemberian beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama.Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat .
d.Peresepan salah (incorrect prescribing ) , mencakup pemberian obat untuk indikas yang keliru ,pada kondisi yang sebenarnya merupakan kontra indikasi pemberian obat,memberikan kemungkinan risiko efek samping yang lebih besar,pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan pada pasien dan sebagainya .
Contoh :Pemberian tetrasiklin pada anak dengan kecurigaan kholera padahal ada pilihan lain yang lebih aman ,yaitu kotrimoksazol.
Masalah pemakaian obat yang tidak rasional banyak dijunmpai dalam praktek sehari hari . Hal ini mengingat bahwa setiap praktisi medik selalu mengatakan bahwa pengobatan adalah seni,oleh sebab itu setiap dokter berhak menentukan jenis obat yang paling seuai untuk pasiennya.Hal ini bukannya keliru ,tetapi jika tidak dilandasi dengan alasan ilmiah yang dapat diterima akan menjurus pemakaian obat yang tidak rasional.
Beberapa ciri ketidakrasionalan pemakaian obat dalam praktek sehari-hari sangat beragam dan beberapa diantaranya adalah :
a.Pemberian obat untuk penderita yang tidak memerlukan terafi obat .
Contoh Pemberian obat-obat peransang napsu makan pada anak,padahal intervensi gizi jauh lebih bermanfaat .
b.Pemakaian obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit.
Contoh:Yang paling sering terjadi di pusat-pusat pelayanan kesehatan adalah pemberian injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegal linu yang umumnya bukan karena defisiensi vitamin B12.
c.Pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan .
Contoh :Pemberian obat dengan dosis terlalu besar atau kecil ,pemberian antibiotika selama tiga hari , cara pemberian yang tidak tepat misalnya pemberian ampisilin sesudah makan .
4
d.Pemakaian obat yang memiliki potensi toksitas lebih besar sementara obat lain dengan manfaat yang sama tetapi jauh lebih aman tersedia.
e.Pemakaian obat yang harganya mahal , sementara obat sejenis dengan mutu yang sama dan harganya lebih murah tersedia.
f.Pemakaian obat yang belum terbukti secara ilmiah segi kemanfaatannya dan keamanannya.
g.Pemakaian obat yang jelas-jelas akan mempengaruhi kebiasaan atau persepsi yang keliru dari masyarakat terhadap hasil pengobatan.
h.Dan lain-lain.
C. Dampak Penggunaan Obat yang tidak Rasional :
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi dari jenis ketidak rasionalan pemakaiannya.dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien ( efek samping,dan biaya yang mahal ) maupun oleh populasi yang lebih luas ( resistensi kuman terhadap antibiotika tertentu ) dan mutu pelayanan pengobatan secara umum.Tetapi secara ringkas dampak negatif ketidak rasioanalan pemkaian obat dapat digolongkan menjadi 4 yaitu :
a.Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan.
b.Dampak terhadap biaya pengobatan.
c.Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan.
d.Dampak psikososial .
Faktor yang mempengaruhi terjadinya pemakaian obat yang tidak rasional :
a.Pembuat resep .
b.Pasien/masyarakat.
c.Sistem perencanaan dan pengelolaan obat .
d.Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan .
e.Lain-lain .
a.Mutu pengobatan dan Pelayanan
Pemakaian obat yang tidak rasional selain secara langsung maupun tidak langsung akan menghambat upaya penurunan angka morbiditas dan mortalitas penyakit tertentu yang mencerminkan mutu pengobatan yang ada
Sebagai contoh adalah pemakaian tetrasiklin pada anak yang terbukti dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi dan gangguan pada tulang ,ternyata masih sangat sering dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Demikian pula pemberian antibiotika atau anti diarea bukannya oralit pada diare akut non spesifik juga memberi dampak negatif terhadap upaya penurunan morbiditas diare.
b. Biaya pelayanan pengobatan .
Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas atau pemberian obat untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terafi obat .Jelas merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien.
Disini termasuk bila presepan obat yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih murah tersedia. Sebagai contoh adalah ketidak rasionalan pemberian antibiotika pada ISPA ringan. Dari studi Child Survival Pharmaceutikal II di 7 propinsi di Indonesia tahun 1984 – 1985 dijumpai bahwa akibat kebiasaan memberikan antibiotika pada ISPA ringan ,maka pemborosan anggaran untuk program ISPA mencapai lebih dari 50 % anggaran yang diperlukanUntuk hal yang tidak perlu.
5
Belum lagi untuk penyakit-penyakit lain seerti diare yang sebenarnya cukup
diberi oralit bukannya antibiotika dan anti diare yang relatif mahal.
c. Kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan :
Pemakai obat yang tidak rasional secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan resiko terjadinya efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan ,baik untuk pasien maupun populasi.
Beberapa contoh dampak negatif yang mungkin terjadi antara lain :
1. Resiko terjadinya efek samping obat meningkat secara konsisten dengan makin banyaknya jenis obat yang diberikan kepada pasien.Keadaan ini semakin nyata pada usia lanjut,dimana resiko efek samping ini meningkat sampai 100 % pada pemberian obat lebih dari 10 macam.
2.Terjadinya resistensi kuman terhadap beberapa antibiotika merupakan salah satu akibat dari pemakian antibiotika yang berlebih ( over prescribing) , kurang ( under prescribing )
maupun pemberian pada kondisi yang bukan merupakan indikasi (misalnya yang disebabkan oleh virus)
3.Risiko terjadinya penularan penyakit ( misalnya hepatitis, AIDS ) pada penggunaan injeksi yang tidak legeartis ,( misalnya 1 jarum suntik digunakan untuk lebih dari satu pasien ) di samping kemungkinan terjadinya risiko syok anapilaktik .
d. Psiksosial
Ketidak rasionalan pemberian obat oleh dokter / perawat juga sering memberi pengaruh buruk bagi pasien maupun populasi .
Pengaruh buruk ini dapat berupa ketergantungan terhadap intervensi obat maupun persepsi yang keliru terhadap pengobatan .
Beberapa contoh berikut mungkin banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari :
1. Pasien tidak mau meninggalkan ruang praktek jika dokter /paramedis belum memberi suntikan. Kebiasaan ini dapat saja bersumber dari dokter / paramedis yang secara lunak meluluskan permintaan pasien.Informasi ini kemudian disampaikan dari mulut ke mulut oleh pasien yang bersangkutan.Sehingga timbul kebiasaan untuk sellau minta disuntik jika datang berobat.Hal tersebut dapat menjadi bumerang bagi paramedis dokter sendiri kalau ia akan menegakkan upaya pengobatan yang rasional.
2.Sebagian besar masyarakat telah mengetahui bahwa jika anaknya diare harus diberi oralit. Namun mengingat mereka menganggap bahwa oralit bukan obat, maka biasanya bila diarenya belum sembuh si anak dibawa ke dokter untuk minta disuntik.
Jika kemudian dokter memberi suntikan ,maka hal ini akan menimbulkan persepsi yang keliru dari masyarakat bahwa injeksi tetap diperlukan untuk menangani diare.
3. Pemberian obat perangsang nafus makan pada anak bukannya informasi mengenai kebutuhan gizi untuk pertimbangan ,sering dianggap keliru oleh pasien sebagai satu satunya pemecahan. Sehingga yang terjadi adalah tetap diabaikannya peningkatan mutu gizi yang seharusnya diberikan kepada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya pemakaian obat yang tidak rasional .
Faktor yang mempengaruhi terjadinya ketidak rasionalan pemakaian obat sangat beragam, masing- masing dapat berdiri sendiri maupun saling terkait antara satu faktor dengan factor yang lain. Namun secara umum faktor-faktor tersebut antara lain mencakup :
6
a.Pembuat resep.
b. Pasien / masyarakat.
c. Sistem perencanaan dan pengelolaan obat.
d. Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan.
e. Lain - lain .
a.Pembuat resep (Prescriber ).
Berbagai faktor misalnya :
1.Kurangnya bekal pengetahuan dan keterampilan terafeutika semasa pendidikan maupun kurangnya uinformasi-informasi ilmiah selama menjalankan tugas.
2.Sebagian besar dokter umumnya juga lebih banyak mengandalkan pengalaman praktek
sehari-harinya yang meskipun tidak keliru tetapi tetap memerlukan dasar/alasan ilmiah yang dapat diterima.
3.Aktivitas promosi oleh industri farmasi melalui duta-duta farmasinya yang umumnya memberikan informasi yang sering “ bias “ , banyak dijumpai .
4.Tekanan dari pasien dalam bentuk permintaan untuk meresepkan obat-obat tertentu berdasarkan pilihan pasien sendiri.
5.Kekurangyakinan pada diri dokter terhadap diagnosis yang ditegakkan , sering mendorong
yang bersangkutan untuk meresepkan obat-obat yang kadang justru tidak diperlukan untuk pasien.
6.Generalisasi yang keliru terhadap pengobatan penyakit-penyakit tertentu atas dasar pengalaman praktek
7.Terbatasnya waktu bagi dokter untuk melakukan pemeriksaan secara saksama karena
banyaknya pasien yang masih menunggu di ruang tunggu.
b.Pasien / masyarakat
Kekurangtahuan pasien atau masyarakat terhadap praktek-praktek pengobatan juga sering mendorong praktek-praktek pemakaian obat yang tidak rasional antara lain :
1.Sebagian pasien belum merasa sembuh dari sakitnya bila tidak disuntik.
2.Sebagian orang tua pasien justru minta anaknya yang diare untuk disuntik,atau diberi antibiotika ataupun antidiare.
3.Pasien merasa senang jika disuntik karena oleh tenaga kesehatan yang terdahulu biasanya juga disuntik.
c.Sistem perencanaan dan pengelolaan obat.
Masih lemahnya sistem perencanaan dan pengelolaan obat yang ada juga mendorong praktek-praktek pemakaiana obat yang tidak rasional.
Salah satu contoh adalah keterbatasan dana dan sarana yang sering dijadikan alasan terbatasnya jumlah obat yang dapat disediakan ,padahal mestinya dengan program obat esensial nasional ini tidak perlu terjadi.Sistem perencanaan dan pengelolaan sebagai salah satu pendorong terjadinya ketidak rasionalan ini merupakan mata rantai panjang yang saling terkait dengan praktek pengobatan di pusat- pusat pelayanan kesehatan. Alasan dokter /paramedis sebagai sumber ketidak rasionalan dalam keadaan tertentu pengobatan didasarkan pada jenis obat yang masih tersedia , sedang pemegang kebijksanaan juga cenderung memberi alasan bahwa jumlah obat menjadi terbatas karena sebagian besar di gunakan untuk kondisi yang sebenarnya tidak memerlukan obat.
d. Lain-lain
7
Faktor-faktor pendorong lain yang tidak secara lansung menjadi penyebab terjadinya pemakaian obat yang tidak rasional diantaranya adalah :
1.Derasnya informasi obat dalam bentuk iklan ,baik melalui media cetak ,media elektronik maupun promosi langsung dari rumah kerumah.
2.Situasi praktek yang cenderung menimbulkan persaingan antara praktisi medik, khususnya di kota-kota besar.
3.Praktek-praktek pengobatan yang hanyadi dasarkan pada keinginan dan permintaan pasien dengan tujuan agar pasien tidak berpindah ke dokter lain.
4. Dan sebagainya.
III.PROSES PENGOBATAN
Secara umum siklus pengobatan terdiri atas beberapa komponen yaitu :
1.Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mencari berbagai informasi yang mungkin berkaitan dengan penyakit pasien.Untuk melakukan anamnesis yang baik tidak saja dituntut pengetahuan yang cukup mengenai penyakit,tetapi juga patofisiologi , cara penularan,faktor risiko,dan lain-lain .Teoritis dalam anamnesis terkandung beberapa aspek pertanyaan ,seperti :
Apa keluhannya ,kapan mulai di derita ,apa sudah minum obat dsb.
2.Pemeriksaan fisik.
3.Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan roentgen dsb.
4.Diagnose
5.Pemberian terafi ( pengobatan )
Kepustakaan:
1.Pengobatan Yang Rasional ,Modul Pelatihan Pratugas Dokter/Dokter gigi PTT, Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan R.I ,Jakarta 1997.
2.Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Departemen Kesehatan R.I Jakarta 1992.
3.Syamsuir Munaf ,Pengantar Farmakologi ,Penggunaan Obat Yang Rasional ,Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,Palembang 1991.
MENURUT BADAN KESEHATAN SEDUNIA (WHO ) 1987.
Pemakaian obat dikatakan Rasional jika
memenuhi kriteria
1. Sesuai dengan Indikasi penyakit.
2.Tersedia setiap saat dengan harga yang
terjamin
3.Diberikan dengan dosis yang tepat.
4.Cara pemberian dengan interval waktu
pemberian yang tepat.
5.Lama pemberian yang tepat.
6.Obat yang diberikan harus efektif dgn
mutu terjamin dan aman.
Jadi pemakian obat dikatakan rasional bila
memenuhi persyaratan:
1.Ketepatan diagnose.
2.Tepat penderita
3.Ketepatan indikasi pemakaian obat.
4.Tepat obat
5.Tersedia di kamar obat dengan
harga terjangkau oleh masyarakat.
6.Ketepatan dosis,cara pemberian dengan
waktu intervalnya.
7.Tidak terjadi efek samping.
8.Ketepatan pemberian informasi.
9.Ketepatan dalam tindak lanjutnya.
10.Ketepatan penilaian kondisi pasien.
![]() | ![]() |











![]() | ![]() | ||||
![]() |
Plasma


![]() | |||||
![]() | |||||
![]() | |||||
Obat Metabolik


Biotransformasi
Farmakokinetik :
Obat yang masuk kedalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai ditempat kerja dan menimbulkan efek.
Obat dikeskresi dari dalam tubuh .
Seluruh proses ini disebut proses farmakokinetik dan berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar diatas.
FARMAKOLOGI




Tujuan Pembelajaran Khusus
1.Melalui ceramah ,tanya jawab mahasiswa dapat menyebutkan definisi farmakologi dengan tepat.
2.Melalui ceramah dan tanya jawab mahasiswa dapat menyebutkan 4 kreteria pengobatan rasional dengan tepat.
3.Melalui ceramah dan penjelasan dari dosen serta tanya jawab mahasiswa dapat menyebutkan pengertian farmakokinetik dengan tepat.
4.Melalui penjelasan dan tanya jawab mahasiswa dapat menjelaskan hubungan absorpsi , distribusi , ikatan , ekskresi, biotransformasi obat dan konsentrasi pada tempat kerja obat dengan baik.
5.Melalui ceramah dan penjelasan dan tanya jawab dari dosen mahasiswa dapat menyebutkan dua golongasn obat dengan tepat.
No comments:
Post a Comment