Wednesday 3 June 2009

JAPANESE B. ENSEPHALITIS



BAB 1 PENDAHULUAN
Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Pedoman diagnosis dan terapi, 1994).
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000).

Japanese Enchephalitis (JE) adalah penyakit yang disebabkan oleh flavivirus dan disebarkan oleh nyamuk. Penyakit ini menyerang susunan saraf pusat otak (otak, spinalis, dan meninges) yang disebabkan oleh Japanese Enchephalitis virus (JEV) yang ditularkan dari binatang melalui gigitan nyamuk. Di Jepang, JEV pertama kali diisolasi dari jaringan otak kasus JE yang meninggal pada tahun 1935. Kemudian tahun 1938 JEV dapat diisolasi dari nyamuk Culex tritaeniorhynchus yang bertindak sebagai vektor utama dalam penularan JE.
Penyakit ini menyebar dari Jepang ke Korea, Cina, Filipina, dan terus ke negara Asia lainnya sampai Indonesia. JE baru dapat diisolasi di Indonesia tahun 1971 dari nyamuk Culex, kemudian dari nyamuk anopheles, sedangkan diagnosis JE baru dapat ditegakkan pada tahun 1981 berdasarkan kriteria WHO dan pemeriksaan IAHA (Immune Adherence Hemaglutination). Diagnosis ditegakkan berdasakan atas gejaa klinis, pemeriksaan laboratorium dari spesimen serum dan cairan cerebrospinal pada stadium akut dan konvalessens dengan pemakaian ELISA dari 49 kasus yang dicurigai menderita Enchephalitis, ternyata 40,82% yang positif menderita JE.
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.
Japanese ensefalitis (JE) virus: flavivirus antigenically terkait dengan Louis ensefalitis virus.
Japanese ensefalitis disebabkan oleh virus. Hal ini disampaikan kepada manusia oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi. Tidak dapat ditularkan oleh manusia lainnya. Japanese ensefalitis biasanya penyakit yang ringan. Dalam banyak kasus, tidak ada gejala. Namun, dalam beberapa kasus (sekitar 1 dari 200 orang terinfeksi) penyakit ini jauh lebih serius. Dalam orang-orang yang infeksi dapat mulai dengan demam, tiredness, sakit kepala, muntah, dan kadang-kadang membingungkan dan agitation. Hal ini mungkin berlangsung untuk ensefalitis (radang dari otak). Hal ini dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan fatal dalam beberapa kasus. Japanese ensefalitis terjadi di seluruh Asia Tenggara dan Timur Jauh. Hal ini terutama masalah pertanian di daerah pedesaan. Ia lebih umum terjadi pada musim hujan (sekitar Mei-September) bila nyamuk yang paling aktif.

Japanese ensefalitis (Jepang:, Nihon-nōen; sebelumnya dikenal sebagai Japanese ensefalitis B untuk membedakannya dari von Economo 's J ensefalitis) adalah penyakit yang disebabkan oleh nyamuk-kapal Jepang ensefalitis virus. Jepang ensefalitis virus adalah virus dari keluarga Flaviviridae. Domestik babi liar dan burung waduk dari virus; transmisi ke manusia dapat menimbulkan gejala parah. Salah satu yang paling penting vektor dari penyakit ini adalah nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Penyakit ini paling lazim di Asia Tenggara dan Timur Jauh.




Constantin Freiherr von Economo adalah psikiater dan ahli saraf Austria dari asal Yunani. Dia banyak dikenal atas penemuan ensefalitis lethargica dan atlas dari cytoarchitectonics .... 's A encephalitis) adalah penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.


Japanese encephalitis
(JE) adalah penyakit viral yang bersifat zoonosis dan menyebabkan peradangan otak pada manusia, usia muda (5-9 tahun) yang ditularkan melalui vektor nyainuk. Keberadaan virus penyebab JE, vektor dan hewan reservoar diberbagai wilayah Indonesia, menyebabkan perlunya kewaspadaan terhadap kemungkinan mewabahnya penyakit ini . Keberadaan. JE pada inanusia di Indonesia telah diungkapkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan serologis, dan perkembangan terakhir kejadian JE di Bali telah menjadi hiperendemik (yang biasanya sporadik) . Pada hewan kejadian JE hanya ditemukan berdasarkan serologis dan isolasi virus penyebabnya, sedangkan keberadaan vektor berupa nyamuk telah ditemukan berbagai spesies nyamuk yang potensial menularkan JE karena virus penyebab JE berhasil diisolasi dari nyamuk . Upaya pencegahan dan pengendalian JE dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat untuk melakukan pemutusan rantai penularan (antara virus JE, vektor nyamuk dan induk semang/reservoar) termasuk merelokasi peternakan terutama babi ke wilayah yang tidak padat penduduk dan pemberantasan vektor . Perlu dilakukan pengembangan laboratorium regional (fasilitas dan SDM) untuk mempercepat diagnosa JE dan pembangunan laboratorium BSL 3 di tingkat pusat untuk melakukan kegiatan isolasi virus dan penelitian lebih mendalam terutama peranan hewan dalam penularan JE kepada manusia .





BAB 2 EPIDEMIOLOGI
Nyamuk Culex bersifat zoofilik, yaitu lebih menyukai binatang sebagai mangsanya sehingga JEV pada umumnya menyerang binatang, hanya secara kebetulan dapat menyerang manusia terutama apabila dalam keadaan densitas culex yang sangat padat. Tidak semua manusia yang digigit culex infektif menunjukkan gejala klinis Enchephalitis. Dari hasil penelitian di Jepang menunjukkan gejala klinis Enchephalitis dari tiap 500-1000 anak yang menderita infeksi JEV yang asimptomatk.
Data lain mendapatkan hanya 1 dari 300 orang terkena infeksi JEV berkembang menjadi Enchephalitis dan dari kasus tersbut 20-40% meninggal. Jadi, cara penularannya adalah dari nyamuk pada manusia yang rentan. Hewan adalah reservoir penting bagi penyakit zoonosis sedangkan manusia hanya dapat terinfeksi secara insidental dan bukan merupakan vektor yang penting. Reservoir utama penyakit Enchephalitis adalah babi dan vektornya adalah nyamuk culex. Binatang lainnya diantaranya sapi, kuda, kerbau, kambing, tikus, burung, kera, ayam, dan kucing. Virus in jarang menyebabkan penyakit pada binatang kecuali jika langsung disuntikkan pada susunan saraf pusat, bahkan cara ini dapat menimbulkan kematian pada vertebrata seperti kera, kuda, babi, dan tikus. Arthopoda yang bertindak sebagai vektor adalah nyamuk culex, anopheles, dan aedes. Vektor yang sangat efisien menularkan penyakit adalah Culex tritaeniorhynchus, Culex gelidus, dan Culex fuschopheles. Vektor yang efisien adalah Culex pipiens pallens. Virus ini dapat berkenbangbiak dalam jaringan Arthropoda tanpa menimbulkan penyakit dan menderita seumur hidup setelah menghisap darah vertebrata yang menderita viremia.
Japanese Enchephalitis pertama kali diketahui di Jepang secara klinis pada tahun 1871, kemudian tahun 1924 terjadi epidemik yang hebat sehingga angka kematian mencapai 65% dari 6125 kasus. Epidemic yang hebat terjadi pada tahun 1935 dan 1948. Setelah itu, dari tahun 1968 tidak lagi pernah timbul epidemik meskipun kasus sporadik masih tetap ada sepanjang tahun. Dari Jepang penyakit ini menyebar ke Korea yang ditemukan pada tahun 1926. Pada tahun 1949 terjadi epidemik tercatat 5616 kasus dengan angka kematian 48,56%. Dari tahun 1949 sampai tahun 1958 terjadi epidemik yang lebih hebat dari sebelumnya, tercatat 6897 kasus dengan angka kematian 31,56%. Setelah 10 tahun menurun dan berfluktuasi namun tahun 1982 kembali menunjukkan peningkatan kasus yang tajam. Insiden JE sangat meningkat pada tahun 1966 dengan dilaporkan kasus sebanyak 40000 orang. Negara-negara yang pernah terjadi epidemiologi JE adalah Jepang, Korea, Cina, India, Thailand, Taiwan, Indonesia, Srilanka, Bangladesh, Kamboja, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
BERDASARKAN peta yang dikeluarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS, Indonesia memang termasuk daerah endemik Japanese encephalitis bersama negara-negara di wilayah Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo-Cina, dan Asia Timur. Laporan kasus Japanese encephalitis di Asia berkisar 30.000-50.000 per tahun. Epidemi periodik terjadi di Vietnam, Kamboja, Myanmar, India, Nepal, dan Malaysia. Sedang di Cina, Korea, Jepang, Taiwan, dan Thailand tidak pernah lagi terjadi wabah, karena negara-negara tersebut berhasil mengontrol lewat vaksinasi.
Menurut Agus, sejak tahun 1960-an Japanese encephalitis sudah dilaporkan keberadaannya di Indonesia. Penyakit itu tersebar di Jawa, Bali, Lombok, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya. Namun demikian, densitasnya tidak sama untuk setiap wilayah.

Japanese ensefalitis (JE) adalah yang menyebabkan ensefalitis virus di Asia, dengan 30,000-50,000 kasus dilaporkan setiap tahun. Kasus-fatality rate berkisar antara 0,3% sampai 60% dan tergantung pada populasi dan usia. Rare outbreaks in US territories in Western Pacific have occurred. Langka wabah di wilayah AS di Pasifik Barat telah terjadi. Penduduk di daerah pedesaan endemik di lokasi yang berisiko tinggi; Japanese ensefalitis biasanya tidak terjadi di wilayah perkotaan. Negara-negara yang telah besar wabah di masa lalu, tetapi yang telah mengendalikan penyakit terutama oleh vaksinasi, termasuk Cina, Korea, Jepang, Taiwan dan Thailand. Negara-negara lain yang masih ada wabah periodik termasuk Vietnam, Kamboja, Myanmar, India, Nepal, dan Malaysia. Japanese ensefalitis telah dilaporkan di kepulauan Torres fatal dan dua kasus yang dilaporkan di daratan utara Australia pada tahun 1998. Penyebaran virus di Australia yang khusus untuk para pejabat kesehatan Australia karena unplanned pengenalan Culex gelidus, potensi vector dari virus, dari Asia. Namun, saat ini kehadiran di daratan Australia adalah minimal. Manusia, ternak dan kuda yang buntu alam dan penyakit manifests sebagai ensefalitis fatal. Babi amplifying bertindak sebagai tuan rumah dan memiliki peranan sangat penting dalam epidemiologi dari penyakit. Infeksi pada babi adalah asymptomatic, kecuali dalam hamil sows, ketika aborsi dan fetal abnormalities umum adalah sequelae. Infeksi pada manusia terjadi di telinga, terutama di ruang siput. Yang paling penting adalah vektor C. tritaeniorhynchus , tritaeniorhynchus yang feed pada ternak di preferensi kepada manusia, telah diusulkan bahwa babi pindah jauh dari tempat kediaman manusia dapat mengalihkan nyamuk jauh dari manusia dan babi. Alam host dari Jepang ensefalitis virus adalah burung, bukan manusia, dan banyak percaya akan virus itu tidak dapat sepenuhnya dihilangkan.

Asia adalah terbesar di dunia dan yang paling padat penduduknya di benua. Meliputi 8,6% dari total permukaan Bumi dan daerah, dengan lebih dari 4 milyar orang, berisi lebih dari 60% dari seluruh dunia saat ini populasi manusia. Dengan 30,000-50,000 kasus dilaporkan setiap tahun. Kasus-fatality rate berkisar antara 0,3% sampai 60% dan tergantung pada populasi dan usia. Langka wabah di wilayah AS di Pasifik Barat telah terjadi. Penduduk di daerah pedesaan endemik di lokasi yang berisiko tinggi; Japanese ensefalitis biasanya tidak terjadi di wilayah perkotaan. Negara-negara yang telah besar wabah di masa lalu, tetapi yang telah mengendalikan penyakit terutama oleh vaksinasi, termasuk Cina.



BAB 3 ETIOLOGI & GAMBAR VEKTORNYA
Dahulu flaviviridae digolongkan sebagai genus dalam family Togaviridae, yaitu Flavivirus. Ternyata kemudian sejak tahun 1984 dapat diidentifikasi bahwa beberapa sifat flavivirus berbeda dengan Togavirus dalam hal ukuran, morfogenesis, dan struktur genom. Oleh karena itu, flavivirus dikelompokkan sendiri sebagai famili sendiri, yaitu flaviviridae. JE disebabkan oleh JEV, termasuk dalam Arbovirus grup B, genus Flavivirus, famili flaviviridae yang mempunyai sifat sferis, diameternya 40-60 nm, inti virion terdiri atas asam ribonukleat (RNA) rantai tunggal yang bergabung dengan protein menjadi nukleoprotein. Terdapat kapsid sebagai pelindung inti virion. Kapsid terdiri dari polipetida yang tersusun simetri isokahedral, yaitu bentuk tata ruang yang dibatasi oleh 20 segi sama sisi, mempunyai aksis rotasi berganda. Di luar kapsid terdapat selubung.
Virus relatif stabil terhadap demam, entan terhadap pengaruh desinfekan, deterjen, pelarut lemak dan enzim proteolitik. Infektivitasnya paling stabil pada pH 7-9, namun dapat diinaktifkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik, eter, dan natrium deoksikolat. JEV berkembang biak dalam sel hidup yaitu nukleus dan sitoplasma. Setelah adanya infeksi alamiah pada babi dan kuda, biasanya menimbulkan viremia tetapi tidak menimbulkan gejala klinis, kemudian diikuti oleh pembentukan neutralizing dan complement fixing antibodi, tetapi hanya sedikit kuda yang mati karena Enchephalitis. JE termasuk penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kelompok arbovirus yang bersifat arthropod borne dan berasal dari genus Flavoviridae. Di Indonesia, JEV diisolasi tahun 1997 dari nyamuk Culex dan nyamuk Anopheles. Pada tahun 1972, JEV pernah diisolasi dari babi di Kapuk. Di Asia, kasus JE banyak ditemukan di India, Nepal, Srilanka, dan Thailand. Di rumah sakit Sanglah, Bali, dalam kurun waktu 1990-1992, ditemukan 57,7% dari semua spesimen darah dan CSS penderita encephalitis adalah golongan JE.

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:

• Infeksi virus yang bersifat endemik
1. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
• Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
• Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.(Robin cit. Hassan, 1997)




Culex tritaeniorhynchus adalah jenis nyamuk yang transmit Japanese ensefalitis. Nyamuk ini adalah asli dari utara Asia, Afrika dan bagian dari . Penyakit ini paling lazim di Asia Tenggara



Japanese encephalitis (JE) adalah salah satu penyakit arbovirus yang disebabkan oleh virus JE. Virus JE termasuk dalam anggota kelompok Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini mempunyai garis tengah antara 40-50 nm . Virus JE termasuk virus ribonucleic acid (RNA) yang beramplop, sehingga tidak tahan terhadap pelarut lemak seperti eter, khloroform, sodium deoksikholat dan enzim proteolitik atau enzim lipolitik. Virus ini juga sangat sensitif terhadap detergen dan tripsin, tetapi tahan terhadap aktinomisin D atau guanidin. Dalam keadaan basa (pH 7-9) virus JE stabil, tetapi dengan pemanasan 56°C selama 30 menit dan penyinaran dengan sinar ultra lembayung, virus JE menjadi inaktif (DONG et a!., 2004).
Virus ini juga telah terbukti mempunyai daya aglutinasi terhadap butir darah merah angsa dan anak ayam berumur satu hari. Apabila virus JE dipasase pada biakan jaringan akan menurunkan daya aglutinasi, tetapi apabila dipasase pada otak tikus putih akan meningkatkan daya aglutinasi, virulensi serta aktivitas hemofilik.
Virus JE dapat menginfeksi ternak dan manusia, yang terbukti dengan adanya laporan terdeteksinya antibodi terhadap virus JE pada beberapa spesies ternak seperti kerbau, sapi, kambing, domba, babi, ayam, itik, anjing, kelinci, kuda, tikus, kelelawar (Rousettus leschenaulti), kera dan burung liar seperti Japanesse tree sparrow (Passer montanus saturatus stejneger), burung heron, burumg gereja, burung dara, burung gagak, tikus rumah dan tikus hitam (ZHANG et al., 1990; ARUNAGIRI et al., 1993; SENDOW et al., 1999). Babi telah diketahui merupakan reservoir yang potensial dan merupakan ampl jier virus JE yang efektif. Hal ini terlihat dari laporan WEI (2005) yang menyatakan bahwa kasus JE pada manusia akan meningkat apabila rasio antara populasi manusia dan babi makin kecil. Selain babi, burung liar diduga merupakan reservoir yang potensial untuk meningkatkan perkembangbiakan virus JE yang siap ditularkan kepada hewan atau manusia melalui nyamuk.







BAB 4 GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis JE bervariasi bergantung dari berat ringannya kelainan susunan saraf pusat, umur, dan lain-lain. Spekrum penyakit dapat berupa hanya demam, nyeri kepala, meningitis aseptic, dan meningoensefaliis. Masa inkubasi 4-14 hari.
1. Stadium prodromal
Terjadinya penyakit ini agak cepat. Stadium prodromal berlangsung 2-4 hari dimulai dari keluhan sampai timbulnya gejala terserangnya susunan saraf pusat. Gejala yang sangan dominan adalah demam, nyeri kepala, dan menggigil. Gejala lain berupa malaise, anoreksia, keluhan dari traktus respiratorius seperti batuk, piek, dan keluhan dari gastrointestinal seperti mual, muntah, dan nyeri di bagan epigastrium. Nyeri kepala dirasakan di dahi atau di seluruh kepala, biasanya nyeri yang hebat da tidak bias dihilangkan dengan pemberian analgesik. Demam selalu ada dan tidak bisa diturunkan dengan pemberian obat antipiretik
2. Stadium akut
Gejala tekanan intrakranial meninggi berupa nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran dariapatis sampai koma. Infeksi meninges berupa kuduk kaku, biasanya 1-3 hari setelah sakit. Demam tetap tinggi, kontinu dan lamanya demam dari permulaan mulai penyakit berlangsung 7-8 hari. Otot kaku dan ada juga kelemahan otot. Kelemahan otot yang menyeluruh timbul pada minggu ke-2 dan minggu ke-3. Kelemahan otot yang luas dan hebat memerlukan istirahat yang lama sampai kebanyakan gejala yang lain reda. Muka seperti topeng, tanpa ekspresi muka, ataksia, tremor kasar, gerakan-gerakan tidak sadar, kelainan saraf sentral, paresis, reflex deep tendon meningkat atau menurun, dan refleks patologis babinsky positif. Berat badan menurun disertai dehidrasi. Pada kasus ringan permulaan penyakit perlahan-lahan, demam tidak tinggi, nyeri kepala ringan. Demam akan hilang pada hari ke-6 atau hari ke-7 dan kelainan neurologik sembuh pada akhir minggu ke dua setelah mulainya penyakit. Pada kasus yang berat gejala penyakit sangat akut, kejang menyerupai epilepsi, hiperpireksia, kelainan neurologik yang progresif, penyulit kardiorespirasi dan koma diakhiri kematian pada hari ke-7 dan ke-10, atau pasien hidup dan membaik dalam jangk waktu yang lama, kadang-kadang terkena penyulit infeksi bakteri dan meninggalkan gejala sisa yang permanen.
3. Stadium Konvalessens
Stadium ini dimulai pada saat menghilangnya inflamasi yaitu pada suhu mulai kembali normal. Gejala neurologik bisa menetap dan cenderung membaik. Apabila penyakit JE berat dan berlangsung lama maka penyembuhan berlangsung lambat, tidak jarang sisa gangguan neurologik berlangsung lama. Pasien menjadi kurus dan kurang gizi. Gejala sisa yang sering dijumpai adalah gangguan mental berupa emosi yang tidak stabil, paralisis upper, dan lower motor neuon afasia dan psikosis organik jarang dijumpai.

Gejala klinis yang mendukung diagnosis JE :
- Keluhan dini berupa demam, sakit kepala, mual, muntah, lemas, kesadaran menurun, dan gerakan abnormal (tremor hingga kejang).
- Gejala yang timbul 3-5 hari kemudian berupa kekakuan otot, koma, pernapasan yang abnormal, dehidrasi, dan penurunan berat badan.
- Gejala lain yang menyertai : refleks tendon meningkat, paresis, suara pelan dan parau.

Berdasarkan kriteria WHO (1979) yang dikutip dari Lubis, seleksi kasus JE meliputi :
- Demam lebih dari 380C
- Gejala rangsang korteks
- Gejala kesadaran
- Gangguan saraf otak
- Gejala piramidal dan ekstra piramidal
- Cairan otak jernih, protein positif, glukosa < 100 mg/dl
Manifestasi klinik JE dapat pula ditemukan pada penyakit lain, terutama yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat, yaitu malaria serebral, meningitis bakteri, meningitis aseptic, kejang, demam, encephalitis oleh Flavivirus lain, rabies, sindrom Reye, dan ensefalopati toksik.
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut :
Data Obyektif :
1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
Pemeriksaan Penunjang Ensefalitis
1. Biakan: • Dari darah ; viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. • Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. • Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif • Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.(Victor, 2001)

MENURUT Kepala Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Agus Sjahrurachman SpMK, Infeksi ringan ditandai dengan demam disertai sakit kepala. Sedang gejala infeksi berat adalah demam tinggi, sakit kepala berat, leher kaku, pingsan, disorientasi, gemetar, kejang-kejang, koma, serta lumpuh. Hal itu tergantung pada virulensi virus (berbeda untuk setiap daerah/negara), usia penderita (anak-anak dan usia lanjut lebih rentan), serta daya tahan tubuh. "Hanya 1 dari 10.000 orang yang terinfeksi yang mengalami radang otak. Tingkat kefatalan (kematian) akibat radang otak berkisar 20-70 persen. Sisanya mengalami cacat permanen, seperti epilepsi, gangguan kecerdasan, gangguan emosi sampai kelumpuhan,".
• Ensefalitis akut; dapat berkembang ke lumpuh, serangan, koma dan kematian
• Sebagian besar infeksi yang subclinical









Japanese ensefalitis memiliki masa inkubasi 5 sampai 15 hari dan sebagian besar infeksi yang asymptomatic: hanya 1 dari 250 infeksi berkembang menjadi ensefalitis.
Parah kemalangan tandai ini mulai penyakit pada manusia. Demam, sakit kepala dan rasa tidak enak lainnya yang tidak spesifik gejala penyakit ini yang mungkin berlangsung selama periode antara 1 dan 6 bulan. Tanda-tanda yang berkembang selama tahap akut encephalitic termasuk leher kekakuan, cachexia, hemiparesis, kejang dan menaikkan suhu tubuh antara 38 dan 41 derajat Celcius. Mental penghambatan dikembangkan dari penyakit ini biasanya mengarah ke koma. Kematian dari penyakit ini bervariasi tetapi pada umumnya lebih tinggi pada anak-anak. Transplacental tersebar telah dicatat. Hidup lama neurological cacat seperti keadaan tuli, lability emosional dan hemiparesis dapat terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem saraf pusat keterlibatan. Dikenal dalam beberapa kasus juga termasuk efek, mual, sakit kepala, demam, muntah dan kadang-kadang pembengkakan yang bol.
Sebuah penyelidikan telah menemukan bahwa leluhur dgn saraf sel (NPC) yang serba ke Jepang ensefalitis virus (jev) infeksi baik di vivo dan vitro, yang mengarah kepada perlambatan pertumbuhan. The pathophysiological relevansi ini didukung oleh pengamatan yang mendalam aktif dalam pengurangan proliferating NPCs di zona subventricular (SVZ) dari jev-hewan terinfeksi. Infeksi yang NPCs mereka dari penindasan dan proliferasi mungkin terutama bertanggung jawab untuk dysregulated neurogenesis dalam hidup dari JE dan pengembangan kognitif defisit dalam mereka.
Peningkatan microglial aktivasi berikut jev infeksi telah ditemukan untuk mempengaruhi hasil viral pathogenesis. Microglias adalah penduduk kekebalan sel dari sistem saraf pusat (CNS) dan mempunyai peran penting dalam pembelaan terhadap invading host mikroorganisme. Diaktifkan microglia rahasia cytokines, seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor kebekuan faktor alpha (TNF-α), yang dapat menimbulkan efek toxic di otak. Selain itu, faktor lainnya seperti larut neurotoxins, berangsang neurotransmitters, prostaglandin, reaktif oksigen, nitrogen dan spesies yang secreted diaktifkan oleh microglia.
Dalam sebuah model murine JE, ia menemukan bahwa di unduk-unduk dan striatum, jumlah diaktifkan microglia lebih dari mana saja tempat lain di otak yang diikuti oleh di thalamus. Pada lapisan luar, jumlah microglia telah diaktifkan kurang signifikan bila dibandingkan dengan daerah lain dari otak tikus. Keseluruhan dari diferensial induksi ekspresi proinflammatory cytokines dan chemokines dari berbagai daerah saat otak progresif jev infeksi juga diamati.
Walaupun efek bersih dari proinflammatory mediator adalah untuk membunuh organisme menular dan terinfeksi sel serta untuk merangsang produksi molekul yang menguatkan yang mounting Tanggapan kerusakan, hal ini juga jelas bahwa dalam nonregenerating organ seperti otak, yang lahir dysregulated kekebalan Tanggapan akan mengganggu. JE dalam peraturan yang ketat microglial aktivasi nampaknya diganggu, sehingga autotoxic sebuah lingkaran dari microglial aktivasi yang kemungkinan mengarah ke pengamat neuronal kerusakan.


Japanese ensefalitis memiliki masa inkubasi 5 sampai 15 hari dan sebagian besar infeksi yang asymptomatic: hanya 1 dari 250 infeksi berkembang menjadi ensefalitis.

Parah kemalangan tandai ini mulai penyakit pada manusia. Demam, sakit kepala dan rasa tidak enak lainnya yang tidak spesifik gejala penyakit ini yang mungkin berlangsung selama periode antara 1 dan 6 bulan. Tanda-tanda yang berkembang selama tahap akut encephalitic termasuk leher kekakuan, cachexia

1. Cachexia Cachexia
Cachexia adalah berat badan, atrophia otot, kelelahan, kelemahan dan Anorexia signifikan dalam seseorang yang tidak aktif mencoba untuk menurunkan berat badan. IDapat berbagai tanda yang disorders; bila seorang pasien dengan menyajikan cachexia, dokter umumnya akan mempertimbangkan kemungkinan kanker, metabolic acidosis, gejala penyakit tertentu, dan , Hemiparesis Hemiparesis
2. Hemiparesis.
Hemiparesis adalah kelemahan pada satu sisi tubuh. Kontras dengan Hemiplegia, yang lumpuh total dari tangan, kaki, dan tubuh yang sama pada sisi tubuh. Sawan dan menaikkan suhu tubuh antara 38 dan 41 derajat Celcius. Mental penghambatan dikembangkan dari penyakit ini biasanya mengarah ke koma
3. Koma
Dalam obat-obatan, yang koma adalah negara yang mendalam ketidaksadaran. J pingsan orang tidak dapat terbangun, biasanya gagal untuk merespons ke sakit atau cahaya, tidak memiliki siklus tidur-bangun, dan tidak mengambil tindakan sukarela. Kematian dari penyakit ini bervariasi tetapi pada umumnya lebih tinggi pada anak-anak. Transplacental tersebar telah dicatat. Hidup lama neurological cacat seperti keadaan tuli, lability emosional dan hemiparesis,

Hemiparesis
Hemiparesis adalah kelemahan pada satu sisi tubuh. Kontras dengan Hemiplegia, yang lumpuh total dari tangan, kaki, dan tubuh yang sama pada sisi tubuh, mungkin terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem saraf pusat
4. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat yang merupakan bagian dari sistem saraf yang berfungsi untuk mengkoordinasikan kegiatan semua bagian dari tubuh multicellular organisme. keterlibatan. Dikenal dalam beberapa kasus juga termasuk efek, mual, sakit kepala, demam, muntah dan kadang-kadang pembengkakan yang bol.



Pada hewan
Infeksi JE pada hewan umumnya tidak menimbulkan gejala klinis . Gejala klinis ensefalitis dapat terlihat pada kuda dan keledai seperti yang terjadi pada manusia. Akan tetapi, kuda bukan merupakan sumber yang nyata untuk penularan oleh nyamuk (HUANG, 1982). Pada ternak lainnya gejala tersebut tidak nampak. Walaupun babi merupakan reservoir JE yang paling baik, namun gejala ensefalitis pada babi sangat jarang ditemukan . Pada babi dewasa antibodi dapat terdeteksi, walaupun gejala klinis berupa gangguan syaraf umumnya tidak nampak (HASEGAWA et a!., 1975), namun pada anak babi, kadang kadang gejala klinis tampak, tetapi hal ini sangat jarang sekali terjadi . Apabila induk babi yang sedang bunting terinfeksi virus JE, dapat mengakibatkan lahir mati, keguguran, dan mumifikasi . Bayi babi lahir dalam keadaan lemah, kadang-kadang disertai dengan gejala syaraf yang kemudian disertai dengan kematian. Sering juga terlihat adanya kelainan pada bayi babi yang dilahirkan. Kelainan tersebut antara lain berupa hidrosefalus, oedema subkutan dan kekerdilan pada babi yang mengalami mumifikasi (DONG et al., 2004). Pada babi jantan yang terinfeksi JE, terlihat adanya pembendungan pada testes, pengerasan pada epididimis, serta menurunnya libido. Virus dapat diekskresikan melalui semen, sehingga mutu semen tersebut akan menurun karena banyak sperma yang tidak aktif bergerak dan terdapat kelainan dari spermatozoa tersebut, sehingga dapat mengakibatkan kemandulan (OGASA et al., 1977). Pada ternak lain seperti kambing, domba, sapi, kerbau ataupun unggas, gejala klinis infeksi JE sering tidak tampak, walaupun antibodi terhadap JE dapat terdeteksi (SENDOW et al., 1999).
Pada manusia
Pada manusia gangguan syaraf sangat dominan, terutama pada anak-anak di bawah umur 14 tahun (GAUTAMA, 2005). Gejala tersebut antara lain demam (lebih dari 38°C), manifestasi neurologis yang meliputi gejala penurunan kesadaran, kaku kuduk, konvulsi, penurunan sistem motor dan sensor, manifestasi meningeal meliputi mual, irritability, sakit kepala dan





BAB 5 DAUR HIDUP
Tempat perindukan nyamuk umumnya di persawahan atau rawa. Nyamuk itu mengisap darah mereka yang berada di luar rumah pada malam hari. Virus berkembang biak di tubuh manusia, babi, kuda, dan burung. Babi merupakan reservoir (sumber) virus yang utama.


BAB 6 TERAPI / PENGOBATANNYA
1. Pengobatan Simtompmatik
a. Menghentikan kejang
Pada saat terjadi kejang, secepatnya diatasi dengan pemberian diazepam intravena, dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan dosis maksimal :
- Anak yang berumur kurang dari 5 tahun diberikan 5 mg
- Anak 5-10 tahun diberikan 7,5 mg
- Anak berusia lebih dari 10 tahun diberikan 10 mg
Kecepatan pemberian :1 mg/menit. Bila kejang tetap berlanjut, dosis di atas dapat diulangi sekali lagi setelah 15 menit. Bila tidak tersedia diazepam intravena atau kesulitan untuk menginjeksikan diazepam secara intravena, dapat diberikan diazepam per rektal berupa rektiol dalam kemasan 5 mg dan 10 mg dengan ketentuan dosis sama seperti diazepam intravena. Bila kejang sudah berhenti, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital per oral 5 mg/kgBB/kali dibagi dalam 2 dosis. Bila sebelumnya pasien menunjukkan kejang lama atau status konvulsi, setelah berhasil menghentikan kejang, secepatnya diberikan bolus fenobarbital intramuskular. Sebagai dosis awal : 50 mg untuk anak berumur 1 bulan- 1 tahun dan 75 mg untuk anak yang berumur lebih dari 1 tahun, disusul dengan pemberian fenobarbital oral 4 jam kemudian. Sebagai dosis rumatan 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya diberikan 4-5 mg/kgBB/hari.

b. Menurunkan demam
Di samping menghentikan kejang, demam harus segera diturunkan karena adanya demam dapat mempersulit penghentian kejang. Untuk menurunkan demam dapat dilakukan
- Pemberian obat antipiretik, seperti parasetamol dan aspirin
- Suportif, yaitu dengan istirahat dan kompres. Aktivitas otot akan meningkatkan metabolisme. Metabolisme yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh. Dengan demikian, tinggi rendahnya suhu tubuh sangat dipengaruhi oleh aktivitas otot. Istirahat akan mengurangi aktivitas otot dan metabolisme tubuh sehingga suhu tubuh pun akan berkurang. Kompres hangat bertujuan untuk membantu pengeluaran panas terutama melalui paru dan kulit. Pengeluaran panas melalui kulit dapat dilakukan melalui cara konduksi, konveksi, dan penguapan air melalui kelenjar keringat. Kompres dengan alkohol kurang dianjurkan karena anak-anak dapat menghisap uap alkohol sehingga dikhawatirkan dapat memicu depresi susunan saraf pusat. Berikut contoh sediaan antipiretik:
2. Mencegah dan mengobati tekanan intrakranial yang meningkat
a. Mengurangi edema otak
Pemberian deksametason intravena dengan dosis tinggi 1 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis diberikan beberapa hari dan diturunkan secara perlahan bila tekanan intrakranial mulai menurun. Di samping itu, deksametason dapat memperbaiki integritas membran sel. Obat lain yang dapat menurunkan tekanan intrakranial adalah manitol hipertonik 20 % dengan dosis 0,25-1 g/kgBB melalui infus intravena selama 10-30 menit, dapat diulangi tiap 4-6 jam. Obat ini dapat menyebabkan darah menjadi lebih hipertonik dibandingkan cairan ekstravaskular (yang menyebabkan edema) sehingga cairan ekstravaskular tersebut tertarik ke dalam pembuluh darah otak. Untuk meningkatkan aliran darah pada pembuluh darah balik, anak ditidurkan setengah duduk dalam posisi netral dengan kepala lebih tinggi 20-300 sehingga terjadi penurunan tekanan intrakranial.
b. Mempertahankan fungsi metabolisme otak
Mempertahankan fungsi metabolisme otak dengan cara pemberian cairan yang mengandung glukosa 10% sehingga kadar gula darah menjadi normal (100-150 mg/dl). Hindari peningkatan metabolisme otak sehingga tidak terjadi hipertermia dan kejang.
3. Pengobatan penunjang
a. Perawatan jalan napas
Perawatan jalan napas terutama pada saat serangan kejang, anak diletakkan pada posisi miring ke arah kanan dengan posisi kepala lebih rendah 200 dari badan untuk menghindari terjadinya aspirasi lendir atau muntah. Bebaskan jalan napas, pakaian dilonggarkan (bila perlu dilepaskan). Hisap lendir atau bersihkan mulut dari lendir. Hindari gigitan lidah dengan cara menaruh spatel lidah atau sapu tangan di antara gigi. Perawatan pernapasan dapat dilakukan dengan memperhatikan pernapasan supaya tetap teratur. Bila terdapat kegagalan pernapasan, minimal kita dapat melakukan pernapasan buatan dan jika memungkinkan dapat dilakukan intubasi endotrakeal dan pernapasan dibantu dengan ventilator mekanik. Selama melakukan perawatan jalan napas, pemberian oksigen mutlak dibutuhkan.
b. Perawatan sistem kardiovaskular
Perawatan ini bertujuan untuk mengetahui adanya kegagalan kardiovaskular. Secara rutin dan seksama diperiksa frekuensi nadi, pengisian nadi, tekanan darah, dan keadaan kulit terutama pada ekstremitas atas dan bawah (tangan dan kaki). Bila terdapat tanda-tanda syok perlu segera diatasi.
c. Pemberian cairan intravena
Hal ini bertujuan untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Pemberian jumlah cairan harus ketat mengingat adanya peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya hipokalsemia dan gangguan elektrolit lainnya.
d. Pemberian antibiotik
Antibiotik tetap diberikan untuk menghindari kemungkinan terjadinya meningitis bakterialis. Dalam kondisi kesadaran yang menurun, lebih-lebih dalam keadaan koma, ampisilin tetap diberikan untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri. Hingga saat ini anti virus JE belum ditemukan.
Sejauh ini belum ada obat kausatif (menghilang penyebab) untuk radang otak akibat virus itu. Obat antivirus yang ada tidak mempan terhadap virus Japanese B encephalitis. Yang bisa dilakukan adalah mengobati gejala (simptomatik) serta memberikan pengobatan suportif (mendukung daya tahan tubuh).

Tidak ada perawatan khusus untuk Japanese ensefalitis dan perlakuan yang mendukung. Tidak ada penularan dari orang ke orang dan karenanya pasien tidak perlu terpencil.
Penggunaan rosmarinic asam dan arctigenin telah ditunjukkan untuk lebih efektif dalam mouse model Japanese ensefalitis, tetapi karena belum ada bukti klinis tidak mendukung penggunaannya.
Baru-baru ini telah menemukan bahwa perawatan dengan minocycline menyediakan perlindungan yang lengkap terhadap percobaan JE. Minocycline, sebuah semisynthetic tetracycline, yang aman adalah obat yang biasa digunakan untuk perawatan infeksi berkepanjangan, rheumatoid arthritis, dan acne vulgaris. Minocycline dari neuroprotective adalah tindakan yang terkait dengan penurunan yang ditandai (i) neuronal apoptosis, (ii) tingkat caspase aktif, (iii) microgliosis, (iv) titer virus, dan (v) tingkat proinflammatory mediator. Selain itu, pengobatan dengan minocycline juga meningkatkan perilaku hasil berikut JE. Minocycline, yang dalam percobaan klinis untuk kedua dari penyakit Parkinson dan penyakit Huntington's, mungkin calon yang ideal untuk mempertimbangkan manusia dalam percobaan untuk JE. Hal ini yang menarik untuk calon klinis penilaian karena profoundly efektif bahkan bila diberikan setelah inokulasi virus, jelas tidak signifikan beracun efek samping, dapat disampaikan systemically dengan relatif baik CNS penetrasi dan cukup murah.


Tidak ada perawatan khusus untuk Japanese ensefalitis dan perlakuan yang mendukung. Tidak ada penularan dari orang ke orang dan karenanya pasien tidak perlu terpencil.
Penggunaan Arctigenin
Arctigenin adalah lignan ditemukan di beberapa tanaman yang Asteraceae, termasuk Greater burdock. Ia telah menunjukkan antivirus dan efek anticancer, telah ditunjukkan untuk lebih efektif dalam mouse model ensefalitis Jepang, tetapi masih ada bukti klinis tidak mendukung penggunaannya.


Japanese Encephalitis-VAX adalah formalin-inactivated vaksin yang berasal dari otak tikus terhadap Jepang B Encephalitis (lihat catatan kami berdedikasi). Ia telah diproduksi sejak tahun 1992 oleh BIKEN (Osaka, Jepang), tetapi telah dihentikan. Vaksin yang sekarang tersedia di Inggris adalah Encephalitis Jepang Green Cross vaksin (vaksin GC).
Merupakan vaksin tanpa rebewes tetapi dapat diperoleh pada pasien bernama dasar dari MASTA (Medical Advisory Services untuk Travellers Abroad).
The inactivated vaksin dan biaya hidup yang dilemahkan sehingga vaksin ini telah digunakan pada anak-anak di Cina dan India dengan beberapa keberhasilan. lainnya flava virus vaksin demam kuning vaksin. Ada tampaknya tidak lintas lainnya flava perlindungan dengan virus penyakit, walaupun risiko dengue dapat dikurangi.

Kemanjuran
The older BIKEN vaksin itu terkait dengan seroconversion menilai dari 100% berikut 3 dosis. 3 kemanjuran baik tetapi juga tidak 100%. Saat ini tidak ada data yang tersedia pada manfaat dari GC vaksin.
Jadwal imunisasi
Jadwal yang sedang bagi mereka yang berusia 1 tahun atau lebih adalah 3 suntikan pada hari 0, 7, dan 28. Terakhir dosis vaksin harus diberikan tidak kurang dari 10 hari sebelum memasuki sebuah daerah endemik (untuk menonton tertunda untuk setiap reaksi alergi).
Idealnya jadwal harus selesai satu bulan sebelum perjalanan untuk membolehkan imunitas untuk dikembangkan.
Jika ada kekurangan waktu antara wisatawan dimaksudkan maka keberangkatan yang lebih cepat saja, misalnya, dapat diberikan lebih dari 14 hari - tetapi manfaat ini mungkin tidak memadai.
Divaksinasi pasien harus diamati selama 30 menit setelah mereka suntikan.







BAB 7 PENCEGAHAN & CARA PENCEGAHAN
Pencegahan dan pemberantasan Japanese Encephalitis ditujukan terhadap manusia, vektor nyamuk Culex beserta larvanya, dan reservoir (baik babi, unggas, maupun beberapa mamalia lainnya).
1. Pemberian imunisasi
Terdapat 2 jenis vaksin JE :
a. Vaksin yang terdiri dari virus yang telah dilemahkan. Vaksin ini dibuat antara lain dari biakan sel ginjal hamster. Berdasarkan hasil uji coba klinis pada manusia, vaksin tersebut terbukti cukup efektif dan aman. Pemberian vaksin pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
- Pertama kali diberikan 2 dosis vaksin yang diinaktifkan.
- Setahun kemudian barulah diberikan vaksin (virus hidup yang dilemahkan).
- Dua tahun kemudian (dihitung dari waktu pertama kali memberikan imunisasi) diberikan vaksinasi ulangan.
- Selanjutnya, setiap 3 tahun diberikan vaksin hidup yang dilemahkan.
Vaksin JE telah secara rutin diberikan di Jepang dan China.
b. Vaksin yang terdiri dari virus mati (inactivated mouse brain vaccine). Suspensi vaksin dibuat dari jaringan otak tikus yang diinokulasikan dengan JEV galur Nikamaya. Vaksin ini telah dipergunakan di Jepang, Thailand, Taiwan, dan India. Imunisasi dasar, dosis, dan cara pemberiannya dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
- Pada anak yang berumur kurang dari 3 tahun: Imunisasi pertama diberikan 0,5 ml per subkutan. Imunisasi kedua diberikan dosis dan cara yang sama dengan imunisasi pertama dengan interval 1-2 minggu dari imunisasi pertama. Imunisasi ketiga, dosis dan cara pemberiannya sama dengan imunisasi pertama dengan interval 1 tahun dari imunisasi pertama.
- Pada anak yang berumur lebih dari 3 tahun :
Cara dan interval pemberian vaksin sama dengan pada anak yang berumur kurang dari 3 tahun, hanya dosisnya yang berbeda, yaitu :
• 1 ml untuk masing-masing imunisasi
• Imunisasi ulangan diberikan dengan dosis 1 ml per subkutan
• Imunisasi booster diberikan tiap 3-4 tahun.
2. Menghindarkan manusia dari gigitan nyamuk Culex. Nyamuk Culex menggigit manusia mulai menjelang malam hari sampai keesokan paginya. Oleh karena itu, dianjurkan untuk tidur menggunakan kelambu, repellent baik dalam bentuk cairan ataupun krim yang dioleskan pada bagian tubuh manusia yang terbuka, atau memakai obat pembasmi nyamuk.


3. Membasmi vektor nyamuk Culex beserta larvanya
a. Nyamuk Culex
- Membasmi nyamuk dengan cara konvensional, yaitu melakukan penyemprotan dengan insektisida. Insektisida yang mempunyai efek residu, seperti DDT, malation, dan fenitrotion perlu dipertimbangkan cara, dosis, dan interval penyemprotannya supaya tidak mencemari lingkungan.
- Penyemprotan ruangan (space spraying) meliputi pelaksanaan fogging dan ULV (Ultra Low Volume). Insektisida yang digunakan pada umumnya merupakan golongan organofosfat dan dipilih yang benar-benar suseptible terhadap populasi nyamuk Culex menurut penelitian. Pelaksanaan fogging dan ULV dilakukan pada saat aktivitas vektor nyamuk memuncak, yaitu pada malam hari.



b. Larva
Irigasi pertanian untuk penanaman padi atau tanaman lainnya dapat meningkatkan perkembangbiakan nyamuk Culex sehingga kepadatan populasi nyamuk akan bertambah. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme pengaturan pengaliran/irigasi air sehingga larva yang terbentuk akan mati. Penggunaan larvasida, seperti fenitrotion 1% dengan dosis 30 kg/ha dan fention 0,01-0,04 kg/ha terbukti efektif membunuh larva nyamuk Culex.
4. Pemutusan siklus hidup JEV. Babi merupakan reservoir yang baik dalam siklus hidup JEV sehingga babi memegang peranan yang penting dalam epidemiologi JE. Untuk memutuskan daur hidup JEV, peternakan babi sebaiknya dibangun jauh dari pemukiman penduduk. Di beberapa negara, seperti Jepang dan Cina, babi divaksinasi. Langkah tersebut terbukti sangat efetif dalam menekan kasus JE, hanya saja dari segi logistik dan ekonomi, program imunisasi hewan ternak dalam skala besar tersebut sangat tidak praktis.
• Isolasi Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
• Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
1. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
2. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
3. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
4. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
• Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
1. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
2. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
• Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
1. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
2. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama
3. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
• Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
• Penatalaksanaan shock septik
• Mengontrol perubahan suhu lingkungan
• Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997).


 Memfasilitasi pelaksanaan vaksin dilemahkan dalam unvaccinated populasi di daerah endemik
 Mengembangkan vaksin ditingkatkan
 Mengidentifikasi faktor-faktor risiko untuk maju ke merupakan gejala ensefalitis virus dan ketekunan
 Menjelaskan fitur klinis JE di AIDS dan menentukan potensi sebagai infeksi oportunistik
Imunisasi adalah satu-satunya aspek mencegah penyakit sementara di luar negeri. Imunisasi tidak 100% efektif dan Anda juga harus mencoba untuk menghindari gigitan nyamuk saat berada dalam 'beresiko' di daerah. Gigitan nyamuk dapat dihindari oleh berikut ini:
• Tidur di kamar yang benar screened. Misalnya, dekat dengan kamar pas kabut tipis atas jendela dan pintu.
• Spray di kamar tidur dengan insektisida sebelum malam. Membunuh nyamuk ini yang mungkin telah datang ke dalam kamar sepanjang hari.
• Jika Anda tidur di luar rumah atau di sebuah ruangan yg tak berdinding kawat kasa, menggunakan jaring nyamuk dihamilkan dengan insektisida (seperti permethrin). Jaring harus cukup lama untuk jatuh ke lantai semua sepanjang Anda akan keletihan dan tidur di bawah kasur. Periksa secara teratur untuk bersih lubang. Membuntingkan segar dengan insektisida setiap enam bulan.
• Menggunakan listrik mat ke vaporise insektisida semalam. Pembakaran sebuah gulungan nyamuk adalah alternatif.
• Nyamuk yang membawa Japanese ensefalitis virus yang paling aktif di petang dan di malam hari. Jika mungkin, hindari terjadi setelah matahari terbenam. Jika Anda keluar setelah matahari terbenam maka memakai pakaian berlengan panjang, celana, dan kaus kaki. Cahaya warna yang lebih baik karena kurang menarik bagi nyamuk.
• Terapkan serangga ke pakaian atau terkena kulit. Diethyltoluamide (DEET) yang aman dan efektif, tetapi mengambil saran yang terbaik di kawasan pengusir Anda kunjungi.

Infeksi jev memberikan hidup lama imunitas. Semua vaksin ini didasarkan pada genotip virus III. J formalin-inactivated mouse-otak berasal vaksin pertama kali diproduksi di Jepang pada 1930an dan telah divalidasi untuk digunakan di Taiwan di tahun 1960 dan di Thailand pada tahun 1980-an. Secara luas menggunakan vaksin dan telah urbanisation untuk mengendalikan penyakit yang di Jepang, Korea, Taiwan dan Singapura. Tingginya biaya vaksin, yang berkembang dalam hidup mouse, berarti negara-negara miskin yang belum mampu memberikan mampu sebagai bagian dari program imunisasi rutin.
Di Inggris, dua vaksin digunakan (tapi yang tanpa rebewes) adalah JE-Vax dan Green Cross, JE-Vax telah subiquentaly pernah dihapus dari pasar. Tiga dosis diberikan pada 0, 7-14 dan 28-30 hari. Dengan dosis 1ml adalah untuk anak-anak dan dewasa, dan 0.5ml untuk bayi di bawah usia 36 bulan. Vaccine baru telah dihasilkan oleh Intercell Biomedical ltd bernama IXIARO ®, dan hanya memerlukan 2 dosis, dan curantaly diizinkan di Australia, Amerika dan Uni Eropa.
Yang paling umum adalah efek Adverse kemerahan dan sakit di tempat suntikan.. Luar biasa, yang dapat mengembangkan urticarial reaksi sekitar empat hari setelah suntikan. Karena vaksin yang dihasilkan dari otak tikus, ada risiko komplikasi autoimmune neurological sekitar 1 juta per vaksinasi. Namun dalam kasus IXIARO ® adalah vaksin yang tidak diproduksi di otak tikus tetapi vitro menggunakan sel budaya Adverse ada sedikit efek dibandingkan dengan Placebo, efek samping yang utama adalah Headache dan myalgia.
Neutralising antibodi berlangsung dalam sirkulasi setidaknya dua sampai tiga tahun, dan mungkin lagi. Total durasi perlindungan tidak diketahui, tetapi karena tidak ada bukti kuat untuk perlindungan melebihi tiga tahun, disarankan diberikan setiap dua tahun untuk orang-orang yang tetap beresiko.
Ada beberapa vaksin baru yang sedang dikembangkan. Mouse-otak berasal vaksin mungkin diganti dengan sel-budaya turunan vaksin yang baik dan aman untuk memproduksi lebih murah. Cina lisensi vaksin dilemahkan yang hidup pada tahun 1988 dan lebih dari 200 juta dosis telah diberikan; vaksin ini tersedia di Nepal, Sri Lanka, Korea Selatan dan India. Ada juga yang baru chimeric vaksin berdasarkan demam kuning 17D vaksin yang saat ini sedang dalam pembangunan.



Infeksi jev memberikan hidup lama imunitas. vaksin ini didasarkan pada genotip virus III. J formalin-inactivated mouse-otak berasal vaksin pertama kali diproduksi di Jepang pada 1930an dan telah divalidasi untuk digunakan di Taiwan di tahun 1960 dan di Thailand pada tahun 1980-an. Secara luas menggunakan vaksin dan telah urbanisation untuk mengendalikan penyakit yang di Jepang, Korea, Taiwan dan Singapura. Tingginya biaya vaksin, yang berkembang dalam hidup mouse, berarti negara-negara miskin yang belum mampu memberikan mampu sebagai bagian dari program imunisasi rutin.
Di Inggris, dua vaksin digunakan (tapi yang tanpa rebewes) adalah JE-Vax dan Green Cross. Tiga dosis diberikan pada 0, 7-14 dan 28-30 hari. Dengan dosis 1ml adalah untuk anak-anak dan dewasa, dan 0.5ml untuk bayi di bawah usia 36 bulan.
paling umum adalah efek Adverse kemerahan dan sakit di tempat suntikan. Luar biasa, yang dapat mengembangkan urticarial reaksi sekitar empat hari setelah suntikan. Karena vaksin yang dihasilkan dari otak tikus, ada risiko komplikasi autoimmune neurological sekitar 1 juta per vaksinasi.
Neutralising antibodi berlangsung dalam sirkulasi setidaknya dua sampai tiga tahun, dan mungkin lagi. Total durasi perlindungan tidak diketahui, tetapi karena tidak ada bukti kuat untuk perlindungan melebihi tiga tahun, yang diberikan setiap dua tahun dianjurkan untuk orang-orang yang tetap beresiko.
Ada beberapa vaksin baru yang sedang dikembangkan. Mouse-otak berasal vaksin mungkin diganti dengan sel-budaya turunan vaksin yang baik dan aman untuk memproduksi lebih murah. Cina lisensi vaksin dilemahkan yang hidup pada tahun 1988 dan lebih dari 200 juta dosis telah diberikan; vaksin ini tersedia di Nepal, Sri Lanka, Korea Selatan dan India. Ada juga yang baru chimeric vaksin berdasarkan 17D vaksin demam kuning yang sedang dalam pembangunan.


Untuk mengurangi penyebaran penyakit JE pada ternak dan manusia, maka pemutusan rantai penularan (virus, vektor nyamuk dan induk semang) perlu dilakukan. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pemutusan rantai penularan, misainya dilakukannya penyuluhan kepada masyarakat akan bahaya infeksi JE pada manusia terutama pada anak- anak, ditetapkannya relokasi peternakan babi yang jauh dari pemukiman penduduk yang padat untuk menghindari kontak antara vektor dengan manusia yang dapat menyebabkan radang otak ; menghambat populasi vektor ; dan penerapkan sistem karantina yang ketat dengan cara memperketat pengawasan lalulintas ternak (khususnya babi) di setiap daerah point of entry
Pemasukan babi dari negara atau daerah positif JE ke wilayah Indonesia secara ilegal perlu diwaspadai . Pemberian larvasida misalnya abate pada air yang menggenang, seperti bak air, disertai dengan penyemprotan insektisida ataupun fogging untuk membunuh larva dan nyamuk dewasa secara berkala, perlu dilakukan di rumah ataupun di sekitar kandang temak. Penggunaan fogging ini sering dilakukan di Indonesia dalam rangka pencegahan penyakit demam berdarah. Selain senyawa-senyawa kimia sintetis tersebut, senyawa kimia alami yang berasal dari tumbuhan perlu dikembangkan sebagai larvasida yang baik, seperti ekstrak daun langsap (Lansium domesticum), bawang merah (Allium cepa), dan biji jarak (Ricinus communis) (SUwASONO, 1997). Penggunaan vaksin JE terbukti dapat menurunkan kasus JE secara signifikan di Jepang, Korea Selatan, Cina, Taiwan dan Thailand (TsAI, 2000, SoHN, 2001) .
Di Indonesia, penggunaan vaksin JE pada manusia belum disosialisasikan, karena kebijakan penggunaan vaksin masih belum diatur . Hal ini disebabkan tidak cukup data untuk mengidentifikasi daerah beresiko paling tinggi dan waktu paling baik untuk melakukan vaksinasi. Pengumpulan data dasar dari tiap propinsi di Indonesia baik pada manusia maupun hewan reservoir, serta pelatihan diagnosis laboratorium akan menghasilkan data surveilen yang lebih komprehensif sehingga dapat dijadikan arah kebijakan bagi pengendalian dan pencegahan penyakit JE di Indonesia. Mengingat JE merupakan penyakit zoonosis potensial, maka kasus yang terjadi pada manusia akan berdampak secara sosial, psikologis dan politis yang akhirnya akan mempengaruhi pemasukan devisa negara. Untuk itu, diagnosis secara klinis dan laboratorium terutama di rumah sakit perlu ditingkatkan. Selain itu, penelitian dan monitoring infeksi dan vektor JE perlu dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dan dilakukan di laboratorium BSL 3 yang aman bagi lingkungannya, sehingga dapat menghasilkan kebijakan dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit JE di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4. www.familydoctor.com.sg/mosquito.htm
5. www.irishhealth.com/calc/travel03.html?disid=9


LAMPIRAN

No comments:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BATU REN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras se...