Sunday, 1 May 2011

MANAJEMEN KONFLIK


MANAJEMEN KEPERAWATAN
“Manajemen Konflik”

1.      Pendahuluan
Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatan-ikatan tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas. Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya. Kompleksitas lain adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja.
Organisasi merupakan tempat manusia berinteraksi yang mempunyai kemungkinan terjadinya suatu konflik. Konflik ini bisa berhubungan dengan perasaan termasuk perasaan diabaikan, tidak dihargai, atau beban berlebihan, dan perasaan individu yang menimbulkan suatu titik kemarahan. Konflik dapat diartikan sebagai suatu bentuk perselisihan antara “sikap bermusuhan” atau kelompok penentang ide-ide.
Dahulu konflik dianggap sebagai sesuatu yang “berbau” negatif sehingga cara mengelolanya pun bermula dari yang sederhana, seperti dari membiarkan saja sampai yang bersifat ekstrem, yaitu berusaha menghilangkan sampai ke “akar-akarnya”. Namun saat ini, konflik dikenal sebagai suatu fenomena alami yang memperkuat organisasi dengan mendamaikan pendapat yang berbeda dan berusaha menyelesaikannya secara damai. Jadi, konflik justru dapat digunakan sebagai alat pemersatu kelompok, bukan sebagai pemecah belah kelompok yang telah terbangun dengan baik.
Konflik adalah sebuah kemutlakan atau keharusan sehingga seorang pemimpin harus belajar secara efektif dalam memfasilitasi penyelesaian konflik yang terjadi di antara anggotanya. Hal ini dilakukan demi tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama, bukan membiarkannya atau bahkan menghindarinya.

2.      Pengertian Konflik
Deutsch (1969) dalam La Monica (1986) mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang. Douglass & Bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok (intragroup conflict).
Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu ataupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar individu, antar kelompok atau bahkan antar masyarakat. Konflik dianggap sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam menyelesaikan konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok, peningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif ke arah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain 
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan asuhan keperawatan. Oleh karena itu manajer harus mempunyai dua asumsi dasar tentang konflik, meliputi:
a)      Konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi
b)      Jika konflik dapat dikelola dengan baik maka konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi, penyelesaian yang kreatif dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan. Di sini, peran manajer sangat penting dalam mengelola konflik, dengan menciptakan lingkungan menggunakan konflik yang konstruktif dalam pengembangan, peningkatan dan produktivitas. Jika konflik mengarah ke suatu yang menghambat dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengenali sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi supaya produktivitas dan motivasi tidak terkena efek.
 Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
Manfaat Konflik:
a)      Konflik mengatasi sesuatu yang masih samar dan membingungkan
b)      Konflik membentuk afiliiasi
c)      Konflik meningkatkan penghargaan perbedaan
d)     Konflik meningkatkan kreativitas
e)      Konflik meningkatkan semangat

3.      Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik
Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yag pasti terjadi di organisasi. Pada awal abad 20, konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus dihindari. Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik selalu akan merusaknya. Ketika konflik mulai terjadi pada suatu organisasi meskipun dihindari dan ditolak, namun harus tetap diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari, kalau staf diarahkan terhadap suatu tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan staf harus diekspresikan secara langsung supaya masalah tidak menumpuk dan bertambah banyak.
Pada pertengahan abad 15, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik dari atasan tidak ada maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadian yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu, seorang manajer harus belajar banyak tentang bagaimana menyelesaikan konflik tersebut daripada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi merupakan suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya tetapi diakui bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.
Teori interaksi pada tahun 1970 mengemukakan bahwa konflik merupakan suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk menjadikan konflik sebagai salah satu pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan produksi sekaligus kehancuran organisasi, keduanya tergantung bagimana manajer mengelolanya. Mengingat konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam organisasi maka manajer harus dapat mengelolanya dengan baik.
Konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif ataupun kuantitatif. Meskipun konflik berakibat terhadap stress tetapi dapat meningkatkan produksi dan kreativitas. Manajemen konflik yang konstruktif akan menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu fenomena utama, komunikasi yang terbuka melalui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran serta tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu perbedaan.

4.      Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
·         Perilaku menentang
Sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan gangguan protokol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan nonverbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang yaitu competitive bomber yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja. Yang kedua adalaah martyred acomodation yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan. Yang ketiga adalah avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi. 
·         Stress
Stress juga dapat mengakibatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stress yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stresor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor anatara lain, terlau banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan. Contoh lainnya adalah tidak diikutkannya seseorang dalam pengambilan keputusan, kurang atau tidak adanya dukungan dari manajerial, atau bahkan adanya “keharusan” untuk melakukan perubahan dengan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat. Kondisi-kondisi tersebut selain mengakibatkan tekanan fisik juga dapat mengakibatkan adanya tekanan mental pada seseorang sehingga bila bersinggungan dengan sedikit saja masalah dapat memicu terjadinya konflik. 
·         Kondisi ruangan
Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan di antara individu yang terlibat di dalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
·         Kewenangan dokter-perawat
Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan di antara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saran dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana.


·         Nilai atau keyakinan
Perbedaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain dapat menyebabkan terjadinya konflik. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai, dan persepsi telah melibatkan pihak di luar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variabel di dalamnya.
·         Eksklusifisme
Adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu meiliki kemampuan yang lebih dibandingkan kelompok lain (eksklusifisme). Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok dalam tatanan organisasi seperti bangsal keperawatan diberikan tanggung jawab oleh manajer untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada di bangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingkan dengan kelompok lain. 
·         Peran ganda
Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik. Seorang perawat yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hampir bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan ia harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manajer di bangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi seperti ini sering terjadi kebingungan untuk menentukan mana yang harus dikerjakan tersebut oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan dalam melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atau kelompok. 
·         Kekurangan sumber daya
Kekurangan sumber daya insani dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolut terjadinya konflik. Sedikitnya sumber daya insani atau manusia, sering memicu persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti dihubungkan dengan uang (money oriented), persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam meperebutkan jabatan atau kedudukan.
·         Proses perubahan
Perubahan dianggap sebagai proses alamiah. Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubahan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu lambat dalam tatanan organisasinya.
·         Imbalan
Beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan motivasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan profesional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
·         Masalah komunikasi
Penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak berbicara oleh manajer, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering berujung dengan terjadinya konflik di tatanan organisasi yang bersangkutan.






5.      Sumber Konflik






                                                                                           





 









6.      Kategori Konflik
Menurut Nursalam (2007), konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yakni konflik intrapersonal, interpersonal dan antarkelompok.
a)      Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer merasa mempunyai konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan ,loyalitas terhadap pekaryaan, dan loyalitas kepada pasien.
b)      Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman sesama manajer, atasan, dan bawahannya.
c)      Antarkelompok (Intergroup)
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen, atau organisasi. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), serta keterbatasan prasarana. Konflik antar kelompok terdiri atas:
·         Konflik fungsional
Konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok. Konflik seperti ini diperlukan di dalam suatu kelompok/organisasi karena sangat menguntungkan
·         Konflik difungsional
Konflik yang merintangi kinerja kelompok. Konflik disfungsional ini harus dihindari di dalam suatu kelompok/organisasi karena merugikan

 Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal, interpersonal, dan antarkelompok. Tetapi di dalam organisasi, konflik dipandang secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dengan posisi dan kedudukan yang sama, misalnya, konflik horisontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik.

Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
·         Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
1.      Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
2.      Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
3.      Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
4.      Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1.      Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2.      Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3.      Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

·         Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
·         Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
·         Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.


·         Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan. Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

7.      Proses Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam 6 tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik. Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai sesuatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut, dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata (aktual) seperti perilaku agresif, pasif, asertif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjanjian di antara yang terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” salah satu pihak. Tahapan terakhir dari proses konflik adalah upaya penyelesaian akibat dari konflik. Beberapa kejadian konflik sering meninggalkan “residu” pada pihak yang terlibat. Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal ini tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang berbeda. Secara skematis proses konflik ditunjukkan pada gambar berikut. 





 
















Nursalam (2007) membagi proses konflik menjadi beberapa tahapan yaitu:
a)      Konflik laten
Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi meskipun konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
b)      Felt conflict (konflik yang dirasakan)
Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik “affectiveness”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya.
c)      Konflik yang nampak (sengaja dimunculkan)
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.

d)     Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “ win-win solution”.
e)      Konflik “aftermath”
Merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar jika tidak segera diatasi atau dikurangi bisa menjadi penyebab dari konflik yang utama.

Berikut diagram proses konflik menurut Marquis & huston, 1998:314
 












8.      Penyelesaian Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi (mis, bangsal keperawatan) harus segera dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya. Seorang manajer (kepala ruang) harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan” konflik yang terjadi atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan yang mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk penyelesaian konflik. Meskipun demikian, manajer dapat memberikan izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada klien, seorang manajer dapat segera mengambil inisiatif untuk ikut secara aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas, dan latihan keasertifan.
·         Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan disiplin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik, seorang manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketetapan organisasi yang berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan pendekatan terbaik utnuk setiap personel, pendekatan individual, tegas dalam pemberian keputusan, penciptaan rasa hormat, dan rasa percaya diri di antara anggota untuk mengatasi masalah kedisiplinan.  
·         Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungan pada anggota untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya tahap dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus” akan pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak ke arah kemajuan, dan tahap setengah baya dicirikan dengan perilaku atau keinginan untuk membantu perawat muda dalam mengembangkan kariernya, serta tahap di atas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri-ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk menyelesaikan konflik. 


·         Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian konflik. Komunikasi merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui pengajaran pada staf keperawatan mengenai komunikasi efektif dan peran yang harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel secara utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasi realitas, ketenangan emosi, harapan-harapan positif yang dapat membangkitkan respon positif, cara mendengar aktif, dan kegiatan memberi dan menerima informasi.
·         Lingkaran kualitas
Cara lain yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas. Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya stress melalui kegiatan peningkatan motivasi personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi, keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas, penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
·         Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau mengelola konflik. Sifat asertif dapat diajarkan melalui program pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas, mereka akan mencoba melakukan sesuatu utnuk mencapai kepuasan itu. Pada umumnya perilaku asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi kelompok.

Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi pengkajian, identifikasi dan intervensi.
a)      Pengkajian
·         Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan, setelah dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlibat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat diubah.
·         Analisis dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
·         Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.

b)      Identifikasi
·         Mengelola perasaan
Hindari respons emosional marah, sebab setiap orang mempunyai respons yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan.
c)        Intervensi
·         Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
·         Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

9.      Strategi dan Keterampilan Manajemen Konflik
Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikan terjadinya konflik. Strategi-strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi dan kerjasama. Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua kelompok atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan berusaha mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan penyelesaian konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternatif penyelesaiannya.
Strategi akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan bersama.
Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat.
Strategi kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah di antara pihak yang terlibat konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk meyelesaikan konflik adalah dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kerjasama dalam rangka penyelesaian konflik. Cara ini biasanya menimbulkan perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik.
Bentuk keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada umumnya berupa kegiatan pencegahan. Keterampilan tersebut berkisar pada kegiatan berikut:
1.      Membuat aturan dan pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak
2.      Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat orang akan menjadi senang dalam memberikan usulan, memberi kekuatan bagi mereka, meningkatkan pemikiran kreatif, dan memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik.
3.      Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting utnuk setiap orang dalam bekerja.
4.      Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan pengertian.
5.      Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6.      Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
7.      Mempertimbangkan waktu terbaik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu yang tidak menentu.
8.      Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9.      Mempertahankan komunikasi dua arah.
10.  Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11.  Menghindari penolakan berlebihan.
12.  Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13.  Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan kerja.
14.  Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15.  Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16.  Menetapkan kebutuhan yang terallaikan.
17.  Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi
18.  Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.

Menurut Nursalam (2007) strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 yakni:
a)      Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik di mana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation”. Kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle dan top manajer keperawatan.
b)      Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa mendatang.
c)      Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah “cooperative”. Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi ini sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
d)     Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan instropeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar, misalya persaingan pelayanan/ hasil produksi, tidak dapat dipergunakan.
e)      Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.  
f)       Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”. Dalam kolaborasi, kedua unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/seseorang.

10.  Fase – Fase Manajemen Konflik
Berikut fase-fase dalam manajemen konflik:
a)      Fase proaktif
Konflik dalam tatanan normal
Proaktif: Artinya senantiasa peka dan tidak meremehkan hal-hal yang potensial dapat menimbulkan konflik. Proaktif dalam mencegah agar hal-hal yang potensial tersebut dapat memiliki fungsi yang bermanfaat.
Aktivitas. Memuat proses yang memuat aktivitas atau proses yang dapat mencegah munculnya konflik.
Tujuan. Untuk membaca dan mengidentifikasi lingkungan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik.
b)      Fase strategik
Konflik mulai memanas.
Strategik. Aktivitas yang strategis perlu dilakukan untuk meredahkan ketegangan yang mulai tercipta.
Aktivitas. Memuat aktivitas pengelolaan konflik, misalnya :
·         Komunikasi Resiko
·         Pemosisian Konflik
·         Manajemen Krisis
Tujuan. Menentukan tindakan efektif dan strategis dalam mengatasi konflik yang muncul.
c)      Fase reaktif
Konflik mulai mengganggu.
Reaktif. Aktivitas yang dilakukan .
Aktivitas. Memuat aktivitas pengelolaan konflik, misalnya :
·         Resolusi Konflik
·         Mengambil Hikmah
Tujuan.  Memaksimalkan dan memusatkan semua sumber daya untuk mengatasi konflik dan memperbaharui lagi (recovery) sistem yang terganggu oleh adanya konfik

11.  Aktivitas dalam Manajemen Konflik
a)      Membina Hubungan (Building Relationship)
Ada dua jenis tanggapan kita terhadap kritik yang diberikan kepada kita. Kita bisa jadi marah jika kritik diberikan orang lain, dan kita akan senang jika kritik diberikan oleh teman kita. Ini adalah contoh bahwa membina hubungan dapat meminimalkan konflik.
b)      Mendengar Aktif (Active Listening)
Mendengar aktif adalah mendengar dengan penuh perhatian dan menghargai apa yang dikatakan orang lain. Mendengar aktif akan membuat orang lain nyaman, aman dan mempercayai kita sehingga konflik lebih mudah teratasi
c)      Membina Kepercayaan (Building Trust)
Hukum kepercayaan mengatakan bahwa hanya ada dua jenis kepercayaan : Percaya atau Tidak Percaya Sama Sekali. Dengan adanya kepercayaan maka konflik dapat mudah diredam.
d)     Mendefinisikan Masalah (Defining Problem)
Masalah yang dihadapi masih samar, simpang siur, ambigu dan tidak tahu ujung pangkalnya sampai masalah tersebut didefinisikan. Setelah masalah didefinisikan maka konflik akan mudah tertangani.

e)      Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Memuat keterampilan dalam memecahkan masalah, misalnya melalui komunikasi, negosiasi dan advokasi.
f)       Mengendalikan Emosi (Emotion Control)
Banyak konflik timbul karena individu tidak mampu mengendalikan emosinya. Pengendalian emosi akan membuat konflik mudah terpecahkan.

12.  Conflict Management Tool


 



Asertifitas tinggi                     Kompetisi                                            Kolaborasi



Perhatian kepada                                                  Kompromi
diri sendiri


Asertifitas rendah                   Menghindar                                         Akomodasi



                        Kooperasi rendah            Perhatian kepada diri sendiri             Kooperasi tinggi







Diagram:





Rounded Rectangle: Kooperasi Rendah
• Independen
• Individual
• Monoton
• Kurang tolerir


Rounded Rectangle: Kooperasi Tinggi
• Saling tergantung
• Kerjasama
• Fleksibel
• Tolerir
 



Tingkat
Kooperasi




Asertivitas            + Kooperasi         = MENGHINDAR

Asertivitas            + Kooperasi         = KOLABORASI

Asertivitas            + Kooperasi         = AKOMODASI

Asertivitas            + Kooperasi         = KOMPETISI





Rounded Rectangle: Asertifitas Rendah
• Memperjuangkan Hak
• Kritik frontal dan terbuka
• Mengalah/Menghindar
• Memendam emosi
Rounded Rectangle: Asertifitas Tinggi
• Memperjuangkan Hak
• Kritik frontal dan terbuka
• Tidak mau mengalah
• Ekspresi emosi langsung
 




Tingkat
Asertivitas














13.  Jenis Penanganan Konflik
a)      Kompetisi: saya menang, kamu kalah
b)      Menghindar: kita berdua tidak menang atau kalah
c)      Akomodasi: saya kalah, kamu menang
d)     Kolaborasi: kita berdua sama-sama menang

14.  Situasi dan Gaya Manajemen
a)      GAYA KOMPETISI dilakukan jika …
·         Dilakukan jika pihak lain menutup peluang kerjasama
·         Ketika pertimbangan sudah dilakukan dan anda YAKIN bahwa langkah anda benar
·         Tindakan yang memuat isu penting (pendisiplinan, penegakan peraturan)
b)      GAYA MENGHINDAR dilakukan jika …
·           Ketika isu yang dihadapi sangat sepele atau tidak relevan
·           Ketika tidak ada manfaat yang didapatkan
·           Ketika orang lain telah mengatasi konflik dengan baik
c)      GAYA AKOMODASI dilakukan jika …
·         Ketika kita tahu bahwa kita salah
·         Ketika isu lebih penting dibanding dengan harapan kita
·         Ketika kita ingin membangun nama baik
·         Ketika kita ingin memberikan kesempatan yang lain belajar
·         Ketika kestabilan / harmoni sangat dibutuhkan
d)     GAYA KOMPROMI dilakukan jika …
·         Ketika tujuan bersama sangat dibutuhkan
·         Ketika kesepakatan akan menciptakan peluang baru
·         Ketika kompetisi tidak berlangsung dengan baik
·         Ketika orang lain memiliki kekuatan yang setara dengan kita
e)      GAYA KOLABORASI dilakukan jika …
·         Ketika kita hendak belajar banyak melalui kerjasama
·         Ketika kerjasama mendatangkan banyak keuntungan
·         Ketika kita hendak membangun sebuah komitmen
·         Ketika hendak memadukan berbagai macam pendekatan
·         Ketika kestabilan / harmoni sangat dibutuhkan

15.  Tips Manajemen Konflik
a)      Buatlah relasi yang sangat hangat dan terbuka
b)      Jangan membiarkan masalah terus meningkat
c)      Hargai perbedaan
d)     Menghargai perspektif orang lain
e)      Membaca perasaan sebelum memfokuskan pada fakta
f)       Merefleksi visi, misi dan harapan diri sendiri
g)      Memberikan waktu untuk berkomunikasi




DAFTAR PUSTAKA

Arwani & Supriyatno, H 2006, Manejemen bangsal keperawatan, Jakarta: EGC.
Hadjam, N R, Manajemen konflik, Fakultas Psikologi UGM, diakses 5 Maret 2011,
Juanita, 2002, Memenajemeni konflik dalam suatu organisasi, FKM-USU, diakses 5 Maret 2011
Nursalam, 2007, Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional, ed.2, Jakarta: Salemba Medika.

No comments:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BATU REN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras se...